Rabu, 21 Oktober 2009

HASIL PEMANTAUAN LAPANGAN KEGIATAN EKSPLORASI TAMBANG DI BATU GOSOK, LABUAN BAJO

HASIL PEMANTAUAN LAPANGAN
KEGIATAN EKSPLORASI TAMBANG DI BATU GOSOK, LABUAN BAJO
KECAMATAN KOMODO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Tanggal 10 – 11 juli 2009



I. Dasar

a. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
b. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
d. Surat Deputi Menteri Negara lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan No. B.4907/Dep.I-1/LH/06/2009 kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Nusa Tenggara Timur, tanggal 30 Juni 2009, perihal Pembinaan dan Pengawasan Kegiatan Penambangan.
e. Surat Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup No. B.148/PPLH-2/KLH/07/2009 kepada Bupati Manggarai Barat, tanggal 6 Juli 2009, perihal Rencana Kunjungan Lapangan Terkait Kegiatan Eksplorasi Tambang.
f. Surat Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur No. BLHD.660.1/70/I/VII/2009 kepada Bupati Manggarai Barat, tanggal 7 Juli 2009, perihal Kegiatan Penambangan Emas Kawasan Batu Gosok di Kabupaten Manggarai Barat.
g. Pemberitaan di Harian Kompas tanggal 30 Juni – 4 Juli 2009 tentang Ancaman Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Pertambangan Emas di Kawasan Batu Gosok, Manggarai Barat.


II. Telaah Kebijakan

a. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 3 mewajibkan setiap orang untuk memelihara fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, dan pasal 19 mewajibkan pejabat pemberi ijin untuk memperhatikan (a) rencana tata ruang, (b) pendapat masyarakat, dan (c) pertimbangan dan rekomendasi pejabat berwenang yang berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan.
b. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 61 mewajibkan setiap orang untuk menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
c. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup pada pasal 3 ayat 4 mewajibkan bagi rencana usaha dan/atau kegiatan diluar kegiatan dan/atau usaha yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, untuk melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.
d. Peraturan Daerah No. 30 tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Manggarai Barat tidak mengacu pada Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
e. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2005-2025 menegaskan bahwa dalam upaya mencapai sasaran-sasaran pembangunan akan mempertimbangkan norma agama dan adat, etika, kearifan lokal, kelestarian fungsi lingkungan dan keberlanjutan pembangunan, maka dengan demikian kegiatan pertambangan di Kabupaten Manggarai Barat, khususnya Batu Gosok, akan menyimpang dari RPJPD yang telah disepakati.
f. Keputusan Bupati Manggarai Barat No. DPELH.540/273/VII/2008 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bahan Galian Emas dan Mineral Pengikut kepada PT. Grand Nusantara di Batu Gosok Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat tidak memperhatikan ketentuan Peraturan Daerah No. 30 tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Manggarai Barat dan Peraturan Daerah No. 27 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Umum.

III. Telaah Lapangan

a. Lokasi wilayah eksplorasi tambang emas di Batu Gosok merupakan wilayah Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, dan berjarak 12 km dari Kota Labuan Bajo dan sekitar 18 km dari kawasan Taman Nasional Komodo.
b. Lokasi eksplorasi tambang emas Batu Gosok merupakan daerah perbukitan yang berada pada ketinggian 199-211 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng ≥ 40o (70 – 80 o).
c. Terdapat akses jalan lama menuju lokasi eksplorasi, tetapi juga ditemukan adanya pengikisan tebing sisi jalan untuk memperlebar akses menuju lokasi.
d. Sarana pariwisata, yaitu Hotel Emerald yang terletak di pinggiran pantai, hanya berjarak sekitar 500 m dari lokasi eksplorasi tambang.
e. Terdapat usaha perikanan (karamba apung, bagan ikan dan usaha pembenihan ikan) di kawasan pesisir Batu Gosok yang dekat eksplorasi tambang (kurang dari 5 km).
f. Kawasan Batu Gosok merupakan daerah pesisir yang memiliki ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang.
g. Kawasan Batu Gosok memiliki flora dan fauna alam liar seperti monyet dan rusa timor.
h. Berdasarkan informasi masyarakat (pelaku usaha pariwisata), pada musim timur arus laut bergerak dari utara/timur laut menuju kawasan Taman Nasional Komodo yang lokasinya di barat daya lokasi eksplorasi tambang.

IV. Aktivitas Eksplorasi

a. Pengeboran eksplorasi telah mencapai 4 titik: 2 titik telah ditutup dan mengalami uji laboratorium dan 2 titik lainnya merupakan pengeboran baru.
b. Pembuatan parit uji berjumlah 8 parit dengan kedalaman 1-1,5 m dengan panjang antara 30 sampai dengan 50 m dan lebar 1 m.
c. Pembukaan akses jalan telah merubah bentangan lahan sepanjang sekitar 5 km ke arah lokasi pengeboran.
d. Luas pondasi pengeboran 3x3 m dengan kedalaman pengeboran 200 s/d 250 m yang berdiameter 2 (dua) dim.
e. Pembukaan akses jalan, pembuatan parit uji dan akitivitas lalulintas truk ke lokasi pengeboran telah menyebabkan timbulan material lepas (debu dan tanah) dalam jumlah yang besar, sehinga berpotensi besar menimbulkan sedimentasi dan kekeruhan di perairan pesisir bilamana terjadinya hujan.
f. Kegiatan eksplorasi tambang Batu Gosok memperkerjakan 6 orang tenaga asing dan 40 orang tenaga lokal.

V. Isu Sosial

Berdasarkan hasil pertemuan dengan kelompok masyarakat yang dikoordinasikan oleh LSM GERAM (Konsorsium 48 organisasi masyarakat, termasuk pelaku pariwisata, tokoh masayarakat dan tokoh agama) bersama Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Bali dan Nusa Tenggara-KLH, Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Manggarai Barat pada 10 Juli 2009 terdapat 3 isu penting :
a. Sengketa tanah antara masyarakat dan pemerintah daerah. Tanah ulayat yang telah dibagikan kepeda masyarakat untuk menjadi hak milik telah diakui sebagai tanah milik negara oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat, sehingga pemerintah daerah merasa tidak perlu untuk melakukan sosialisasi dan persetujuan masyarakat.
b. Keresahan para pelaku industri pariwisata (hotel, biro perjalanan, pelaku wisata bahari dan lain-lain) akan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan di Batu Gosok.
c. Tanggapan kelompok masyarakat tersebut di atas sepakat menolak keberadaan kegiatan tambang di Batu Gosok dengan alasan:
1. Terjadinya sengketa tanah.
2. Mengancam keberlanjutan industri pariwisata.
3. Berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup.
Serta pertemuan bersama beberapa tokoh agama (pastor) perwakilan dari Fransiscans Office for Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC-OFM) pada 11 uli 2009 mengharapkan pemerintah untuk mencabut ijin eksplorasi tambang emas di Batu Gosok dan tempat lainnya di Kabupaten Manggarai Barat.

VI. Kesimpulan

Berdasarkan telaah peraturan perundang-undangan, informasi dari masyarakat dan hasil kunjungan lapangan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Kegiatan eksplorasi tambang di Batu Gosok tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang wilayah yang diatur di dalam Peraturan Daerah No. 30 tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Manggarai Barat, yaitu untuk pariwisata komersial.
b. Pemberian ijin kuasa tambang oleh Bupati Manggarai Barat melalui Keputusan Bupati Manggarai Barat No. DPELH.540/273/VII/2008 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bahan Galian Emas dan Mineral Pengikut kepada PT. Grand Nusantara di Batu Gosok Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat, tidak didukung dengan dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL).
c. Prosedur pemberian ijin kuasa pertambangan eksplorasi tidak sesuai yang diatur dalam Peraturan daerah Kabupaten Manggarai Barat No. 27 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum.
d. Lokasi eksplorasi tambang terletak di atas kawasan bukit dengan kemiringan lebih dari 40o yang seharusnya menjadi kawasan konservasi.
e. Wilayah ijin lokasi eksplorasi tambang Batu Gosok merupakan kawasan pesisir yang dikelilingi oleh ekosistem pesisir yang sangat penting dan rentan yang harus dilindungi (terumbu karang, padang lamun dan mangrove).
f. Dampak lingkungan dan sosial akibat aktivitas eksplorasi tambang di Batu Gosok belum dikelola sesuai ketentuan yang berlaku.
g. Terjadinya konflik pemanfaatan ruang antara kegiatan eksplorasi tambang dengan aktivitas pariwisata dan usaha perikanan/nelayan di dalam kawasan.

FP, APAKABAR KABUPATEN MIMPIMU…????



Sebentar lagi Kabupaten Mimpi Manggarai Barat berada pada penghujung satu periode pemerintahan yang menyebut diri sebagai Kabupaten defenitif. Sebuah perjalanan yang sangat pendek penuh kenangan,baik yang terdokumentasi maupun yang terabaikan telah kita lewati. Kita sepakat menyebut rezim pemerintahan Fidel Piton (FP)yang berlalu sebagai rezim “Kacau Balo” dan rezim yang akan datang kita sebut rezim “Pengharapan”
Lalu masa yang sekarang ini mau disebut apa?? Sebuah pertanyaan yang menggelitikan. Rasanya kita belum sepakat untuk menamakanya sebagai masa kini. Sungguh disayangkan memang. Pada hal kekinian seharusnya bisa berhenti sebagai pertanyaan kalau kita tidak bagian dari Kacau Balo pimpinan Fidel Piton yang terkenal kacau balonya. Rakyat Kabupaten Mimpi seharusnya tidak boleh terlalu lama tenggelam dalam pertanyaan tanpa jawaban seperti ini bila Kabupaten mimpi tercinta tidak kacau balo seperti ini.
Selama ini kita hampir kehilangan jawaban besar dan strategis, apa sebab?? Selama ini kita hanya penikmat dari kacau balo yang ada, Begitu muda pangkat dan jabatan disulap, begitu mudahnya anggota keluarga tim suksesnya menjadi pegawai, begitu mudahnya bagi-bagi proyek ,begitu mudahnya ganti rugi pembebasan tanah di trangko yang sekarang mau konflik horisontal, begitu cepatnya bangun fasilitas perkantoran yang megah yang berkwalitas rendah dan masyarakatnya masih tidur di gubuk derita, begitu mudahnya bangun sarana jalan beraspal yang hanya bisa dinikmati dalam 6 bulan, begitu mudahnya pelaksanaan proyek Ubi Aldira, begitu mudanya gonta-ganti mobil dinas yang mewah, begitu mudahnya perjalanan dinas Fidel Piton keluar daerah, begitu mudahnya para pejabat membeli tanah dan membangun rumah-rumah mewah, begitu begonya jatah CPNSD yang tujuanya menaggualangi angka pengangguran intelektual dalam daerah sendiri, faktanya justru dari luar daerah jadi prioritas.
Raja Fidel Piton Cs ke Cina dibiaya oleh perusahaan lalu gendong pulang kampung investor tambang. Hancurkan Hutan,porak porandakan kerak tanah, hancurkan alam pariwisata, hancurkan hak adat, hancurkan peraturan perundang-undangan yang sudah dibuat, hancurkan rasa persaudaraan rakyat di kabupaten mimpi. Dimana-mana Fidel Piton deklarasikan diri sebagai raja yang berbudaya “bantang cama reje leleng” hebat! perbuatanya justru melecehkan adat. Ijin KP (kuasa Pertambangan) dibuat atas dasar perundingan antara investor dan tim suksesnya, di jakarta Fidel Piton melaporkan bahwa sudah mendapat persetujuan rakyat, lalu tidak dalam kawasan hutan lindung. Fidel Piton mulutmu tipu sekaliiii!! Penolakan masyarakat dianggap dari mereka yang bukan dari disiplin ilmu pertambangan. Oleeee tidak sadar fidel piton ternyata dikau mantan guru honor disebuah sekolah di Kabupaten Manggarai Barat, bukan sekolah tambang tapi jubir (juru bicara perusahan tambang). Asa manga saham pribadi one prusahan itu eee……………………..
Dari waktu kewaktu rakyat dibuat tengkar, melawan penolakan dengan preman dan menjaga kebijakan kacau balo Fidel Piton, sedih dan menakutkan! Masa kini yang seharusnya menjadi landasan masa depan Kabupaten Mimpi, harus kehilangan relevansinya. Kita malah sedang menjalani sebuah pembinasaan sesama saudara dalam sebuah ketakutan yang mengerikan. Akankah ini berakhir??
Para Pendahulu serta Deklarator Kabupaten Mimpi telah menyerahkan Kabupaten tercinta ini untuk kita kelolah dengan mengedepankan sebuah harapan meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan modal kearifan local yang ada, tanpa menghancurkan kearifan itu oleh otak kacau balo seperti yang terjadi saat ini. Hebattttttttttttttt Fidel Piton… tegah kau yaa!
Kabupaten yang terbentuk oleh cita-cita; darah, penjarah, air mata serta harta yang tidak sedikit, Kabupaten yang terbangun diatas sebuah cita-cita dan kesadara atas nilai-nilai kemanusiaan yang universal ternodah ulah otak wedollllllll Fidel Piton.

Ingat !!!setiap kali kita bersepakat dengan kelompok orang yang haus akan harta dan Kekuasaan, kita justru diibaratkan menunggang macan. Kekuasaan kemudian selalu di pagari degan sebuah keangkeran. Bila terjadi pergantian kekuasaan selalu menjadi yang sangat mahal, dari segi ekonomi maupun biaya social lainya. Orang-orang yang berkuasa akhirnya dengan mudah berubah menjadi “dermawan dadakan” mendadak datangi rakyat bagi-bagi uang sogokan hasil dari kacau balooooo. Uenak toooooo? Orang-Orang yang berkuasa akhirnya dengan mudah berubah dari kelompok penerima mandat kedaulatan menjadi komplotan kacau balooooo; bisu,tuli dan buta yang sarat dengan konspirasi mempertahankan enaknya kekuasaan Ooeeee kacau baloooo. Bodokkk betul kau e. Hentikan keangkeran Fidel Piton sekarang juga!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Selasa, 20 Oktober 2009

Masalah Tambang Di Manggarai Barat


Sejak tahun 2003, Kabupaten Manggarai Barat secara resmi menjadi sebuah kabupaten otonom, hasil pemekaran dari Kabupaten Manggarai. Kabupaten Manggarai Barat yang beribu kota Labuan Bajo terletak di pulau Flores bagian barat, Propinsi NTT. Kabupaten yang berbatasan dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini memiliki nama yang cukup familiar bagi wisatawan mancanegara dan domestik lantaran di daerah ini terdapat species binatang langka Komodo (Varanus Komodoensis), satu-satunya hewan purba yang masih tersisa di planet bumi ini. Komodo kini sedang diperjuangkan oleh masyarakat dunia agar menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia.
Setiap hari, daerah ini banyak dikunjungi para wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Itu berarti, devisa bagi daerah dan mendorong peningkatan perekonomian rakyat. Selain memiliki kekayaan pariwisata, Kabupaten Manggarai Barat juga terkenal sebagai gudang beras NTT khususnya terdapat di dataran persawahan Lembor, Kuwus, Macang Pacar, Komodo, Sanonggoang dan Boleng. Daerah ini juga memiliki sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat kaya dengan keindahan alam bawa lautnya. Ia juga memiliki kawasan hutan lindung yang masih cukup terjaga hingga hari ini. Selain itu berbagai jenis pertambangan seperti emas, mangan, uranium dan lain-lain juga terdapat di wilayah ini, meskipun belum digarap untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kekayaan sumber daya alam memang patut dikelola demi peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Namun demikian, pengelolaannya hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek terutama dampak buruk dari pembangunan. Usaha dibidang pertambangan misalnya, memiliki daya rusak yang luar biasa besar baik terhadap lingkungan alam maupun keberlangsungan hidup manusia. Selain memperhatikan asas manfaat dan dampak-dampak yang ditimbulkan juga yang berkaitan dengan prosedur pelaksanaan pembangunan. Semua langkah ini perlu dilakukan demi menghindari dampak buruk yang ditimbulkan oleh usaha pertambangan.
Dalam hal investasi dibidang pertambangan di Manggarai Barat, menunjukkan bahwa pemerintah secara pragmatis dan instan mendorong diadakan pertambangan tanpa melakukan kajian ekologi, ekonomi, sosial, politik dan budaya. Pemerintah cederung melihat sektor pertambangan sebagai sektor utama yang akan mendatangkan devisa bagi daerah dan melupakan sektor pariwisata, pertanian, perikanan, kelautan, peternakan dan sektor-sektor unggulan lainnya yang selama ini justru menjadi basis dan sumber utama penghidupan rakyat. Ironisnya lagi, di lokasi pertambangan justru merupakan kawasan pengembangan pariwisata atau pertanian. Sebut saja Batu Gosok dan Tebedo. Di Batu Gosok misalnya, kawasan tersebut merupakan kawasan pengembangan pariwisata alam dan bahari serta pemukiman penduduk. Selain itu, kawasan tersebut juga berdekatan dengan kawasan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu daerah tujuan wisata internasional yang menjadi kebanggaan daerah Manggarai Barat, Indonesia bahkan dunia.
Dari fakta tergambar bahwa investasi pertambangan di Kabupaten Manggarai Barat lebih banyak mendatangkan masalah ketimbang manfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Hasil kajian ditemukan beberapa fakta sebagai berikut:
1) Lokasi tambang berada di dalam area tanah hak milik masyarakat seperti tanah milik Hotel Puri Komodo, PT. Keramba yang bergerak dibidang budidaya ikan dan ratusan warga masyarakat lainnya. Tanah-tanah tersebut sebagian telah dipasangi pilar oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat. Di samping itu, pemerintah dan pihak perusahaan belum bermusyawarah dan bersepakat dengan masyarakat pemilik tanah sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Lokasi tambang berada dikawasan wisata pantai dan berdekatan dengan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi dan warisan dunia. Di sekitar lokasi itu terdapat pula perhotelan dan wisata pantai/bahari serta tempat tinggal para nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya pada kemurahan alam.
3) Pihak perusahaan atas ijin pemerintah secara sepihak melakukan kegiatan penambangan tanpa mensosialisasikan terlebih dulu kepada masyarakat terutama para pemilik tanah.
4) Aktivitas pertambangan di lokasi Batu Gosok saat ini mulai menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat terutama para wisatawan mancanegara. Polusi udara akibat intensitas keluar-masuk kendaraan perusahaan. Kondisi ini telah mengganggu kenyamanan para wisatawan yang menginap di sejumlah hotel dan restouran serta cukup mengganggu kehidupan anak-anak cacat di panti asuhan Binongko Labuan Bajo.
5) Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Manggarai Barat No. 30 Tahun 2005 Pasal 13 butir C dan Pasal 14 butir 2 point a,serta penjabaran Perda No. 30 dalam Penyusunan Rencana Teknik Tata Ruang Kota Labuan Bajo, Bagian Wilayah Kota (BWK) Bab II, 2.1.2.2. Bagian I (kawasan wisata) secara spesifik disebutkan bahwa Batu Gosok merupakan kawasan pengembangan pariwisata, sarana penunjang pariwisata dan perumahan rakyat. Selain Perda No. 30 tahun 2005, Perda Propinsi No. 09 tahun 2009 juga telah menetapkan Labuan Bajo sebagai salah satu kota pariwisata nasional.
6) Pemerintah menjelaskan bahwa ijin Kuasa Pertambangan (KP) eksplorasi telah dikeluarkan oleh Bupati Manggarai Barat masing-masing pada tanggal 7 Juli dan 9 Juli 2008. Ijin diberikan pada tiga titik lokasi tambang di Manggarai Barat. Atas ijin tersebut, perusahaan mulai melakukan kegiatan penambangan di Batu Gosok meskipun mendapat protes keras dari masyarakat luas.
7) Di lokasi Tebedo terdapat manipulasi dukungan masyarakat terhadap kehadiran tambang di wilayah itu. Berdasarkan pengakuan sejumlah warga/ pemilik lahan bahwa sebagian besar warga belum pernah diajak bermusyawarah atau menandatangani surat pernyataan pelepasan hak atas tanah untuk dijadikan area pertambangan. Dari 29 warga yang menandatangani pernyataan, satu orang mengaku tidak pernah menandatangani surat pernyataan walaupun namanya tercantum dalam surat pernyataan tersebut sementara sekitar 47 warga pemilik lahan lainnya tidak pernah bersepakat dan menandatangani surat pernyataan. Selain itu, diduga telah terjadi pembohongan publik yang dilakukan pemerintah Manggarai Barat. Bupati Pranda dalam acara dengar pendapat dengan anggota DPRD (23/6) mengaku pemerintah belum memberikan ganti rugi kepada warga karena pertambangan belum merusak atau belum ada yang dirugikan. Pernyataan Bupati tersebut bertentangan dengan isi surat pernyataan yang ditandatangani oleh warga Tebedo yang salah satu point menyatakan bahwa warga Tebedo telah menerima kompensasi sebesar Rp. 22.000.000. Dan menyatakan bahwa warga tidak akan menuntut kompensasi lainnya berupa apapun di kemudian hari.


Berdasarkan fakta-fakta tersebut dan bila usaha pertambangan diteruskan maka:
1. Pemerintah dan perusahaan melakukan melanggar terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM) masyarakat sipil berupa pelanggaran terhadap hak sosial, ekonomi dan budaya (Ekosob).
2. Pemerintah dan perusahaan melanggar Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara khususnya Pasal 135 yang berbunyi: “Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah” dan Pasal 136 ayat 1 yang berbunyi: ”Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
3. Pemerintah melanggar Peraturan daerah (Perda) No. 30 Tahun 2005 dan Tata Ruang Wilayah. Pelanggaran secara spesifik terhadap beberapa pasal yakni: Pasal 13 huruf C point 1: ”Strategi pengelolaan kawasan pertambangan dilakukan dengan: Eksploitasi tambang diarahkan pada lokasi yang layak untuk dieksploitasi (kuantitas dan kualitas) dan point 5 berbunyi : “Perlu diperhatikan kelestarian lingkungan dengan didahului studi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Pasal 23 ayat a berbunyi:”Obyek wisata komersil meliputi diantaranya: Pulau Komodo, Rinca, Padar, Pantai Pede, Pantai Wae Cicu, Gua Batu Cermin, Batu Gosok, Pulau Pungu, Pulau Kanawa, Pulau Seraya Kecil, Gorontalo, Pulau Kalong”.Dan melanggar Peraturan daerah (Perda) Propinsi NTT No. 09 Tahun 2005.
4. Pemerintah melanggar ketentuan Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan wajib memiliki analisa mengenai dampak lingkungan hidup.
5. Pemerintah melanggar mekanisme umum dalam proses penerbitan perijinan usaha pertambangan. Pelanggaran mekanisme itu dapat dilihat dari kronologi perijinan yang dikeluarkan pemerintah. Ijin usaha pertambangan untuk wilayah Tebedo misalnya, dikeluarkan oleh Bupati Mabar pada tanggal 9 Juli 2009, sementara kesepakatan dengan masyarakat atau pemilik tanah baru dilakukan pada tanggal 23 Desember 2009 (Ijin mendahului kesepakatan). Sosialisasi baru diadakan pada tanggal 10 Pebruari 2009 (Lebih tepat disebut pemaksaan kehendak bukan sosialisasi). Sedangkan untuk lokasi tambang Batu Gosok, pemerintah belum samasekali bermusyawarah dan bersepakat dengan masyarakat pemilik lahan. Dari kronologi ini saja dapat disimpulkan bahwa pemerintah tidak transparan dalam proses usaha pertambangan di daerah ini.
6. Aktivias pertambangan kawasan Batu Gosok berpotensi mengancam kelestarian lingkungan khususnya pariwisata pantai dan bahari serta mengancam keberadaan masyarakat pesisir terutama para nelayan tradisional di pulau Seraya Kecil yang sehari-hari menggantungkan hidupnya pada kemurahan alam. Limbah/tailing tambang berpotensi meracuni perairan laut dan mematikan ikan-ikan yang berujung pada terancamnya kawasan konservasi Taman Nasional Komodo. Intensitas kegiatan pertambangan dengan hilir mudik kendaraan akan menimbulkan polusi (udara, air, tanah) dan menjadi sumber berbagai penyakit bagi masyarakat sekitar termasuk warga kota Labuan Bajo.
7. Kerusakan lingkungan alam akan mengancam dunia kepariwisataan Manggarai Barat yang mengandalkan wisata alam dan bahari serta satwa Komodo sebagai ikon pariwisata Mabar.
8. Lokasi tambang Tebedo akan mendatangkan masalah besar bagi lingkungan alam dan masyarakat petani yang berdomisili di sekitar lokasi tambang terutama warga yang bermukim di sepanjang aliran sungai Wae Mese serta mengancam aktivitas para petani sawah dan ladang di wilayah itu. Selain itu, konflik sosial baik horizontal maupun vertikal sedang dan akan terjadi. Kondisi ini tentu mengganggu interaksi kehidupan bersama dan berpotensi mengganggu stabilitas pembangunan di daerah ini.

REKOMENDASI:
1. Pemerintah sebaiknya mencabut semua ijin Kuasa Pertambangan (KP) yang telah dikeluarkan karena pemberian semua ijin pertambangan di wilayah ini menyalahi aturan dan melawan Hak-hak asasi manusia (HAM), hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta telah membawa dampak buruk bagi manusia dan lingkungan alam sekitarnya.
2. Pemerintah berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) terutama hak asasi masyarakat lokal atas sumber daya alam (tanah, hutan, air dll).
3. Pemerintah hendaknya melakukan kajian secara komprehensif baik lingkungan, sosial, politik, ekonomi, hukum dan budaya sebelum memberikan ijin Kuasa Pertambangan kepada investor pertambangan. Penelitian dan kajian penting dilakukan agar menjamin pembangunan sejalan dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menghargai prinsip-prinsip moral, hukum, kemanusiaan dan keutuhan lingkungan alam semesta.
4. Pemerintah hendaknya memprioritaskan pembangunan pada sektor-sektor unggulan yang mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi masyarakat dan yang mampu membuka lapangan kerja dan menyerap banyak tenaga kerja seperti bidang pariwisata, pertanian, perikanan dan kelautan, peternakan dan industri kecil.

KRONOLOGI AKSI TOLAK TAMBANG DI MANGGARAI BARAT
• Pada tanggal 14 Mei 2009, sejumlah elemen seperti JPIC SVD Ruteng, DIASPORA, Green Peace, SEKBER PMMB, HPI, ASITA dan beberapa warga melakukan survei ke lokasi Batu Gosok, setelah mendapat informasi adanya kegiatan tambang di lokasi tersebut. Dari hasil pengamatan di lapangan ditemukan adanya aktivitas pertambangan. Di lokasi itu telah dipasang dua buah tower pemboran, parit/got yang diduga sebagai saluran pembuangan limbah yang satu mengarah langsung ke laut dan yang lain menuju ke lokasi Hotel Batu Gosok. Dengan kedalaman parit sekitar 3-7 meter. Sejumlah fasilitas tambang berada di lokasi seperti pipa, mesin genset, alat bor, belasan peti kemas, kamp bagi karyawan dan beberapa fasilitas lainnya. Ditemukan pula sejumlah pilar pembatas tanah antara lain pilar milik PT Keramba dan Hotel Puri Komodo.
• Pada tanggal 15 Mei 2009, tim ini mengadakan diskusi untuk membahas masalah tambang di lokasi Batu Gosok tersebut. Tim bersepakat membentuk wadah perjuangan yang diberi nama Gerakan Masyarakat Anti Tambang (GERAM) sekaligus merancang aksi unjuk rasa ke sejumlah instansi.
• Tanggal 29 Mei 2009, aksi massa jilid I dilakukan melibatkan sekitar 500 orang dari berbagai elemen masyarakat. Aksi longmarch dimulai dari komunitas SMAK St. Ignasius Loyola menuju kantor bupati kemudian ke DPRD dan selanjutnya ke lokasi tambang Batu Gosok. Di kantor Bupati, perwakilan GERAM diterima Kadis Pertambangan Mabar Yohanes Jinus mewakili Bupati Pranda yang saat itu sedang berada di luar negeri (Jerman). Menurut Yohanes Jinus, tanah Batu Gosok adalah tanah negara atau tanah kosong/liar/tanpa tuan. Ia juga menginformasikan bahwa pemerintah telah bertemu dan bersepakat dengan pemilik hak ulayat yakni Haji Ramang Ishaka selaku ahli waris dalu Nggorang serta Haji Adam Djuje yang diserah mandat untuk membagi-bagi lahan tersebut. Sedangkan di DPRD, massa di terima Wakil Ketua, Yohanes Suherman dan beberapa anggota dewan. DPRD berjanji akan memanggil Buptai Pranda dalam rangka meminta pertanggung jawabannya. Massa kemudian menuju kawasan Batu Gosok. Namun, massa tidak berhasil bertemu dengan pihak perusahaan. Massa pun kembali ke Labuan Bajo dan membubarkan diri.
• Pada tanggal 13 Juni 2009, massa GERAM kembali melakukan aski damai. Kali ini melibatkan jumlah massa sekitar 1600 orang. Aksi dimulai dari lapangan sepak bola Kampung Ujung menuju Balai Taman Nasional Komodo (BTNK). Di kantor BTNK, massa tidak berhasil bertemu dengan pejabat maupun pegawai BTNK karena hari itu fakultatif. Massa kemudian ke Dinas Lingkungan Hidup. Kadis Lingkungan Hidup, Rafael Arhat, berjanji akan melakukan telaah kepada bupati karena pihaknya tidak berwenang mengambil keputusan. Massa kemudian ke kantor bupati. Namun massa memilih berorasi di depan kantor dan menolak berdialog dengan pemerintah selain karena bupati saat itu dikabarkan tidak berada di tempat. Belakangan bupati dikethui sedang mengikuti acara kenduri kematian seorang warga masyarakat di kecamatan Lembor. Di gedung DPRD, massa bertemu dan berdialog dengan Ketua DPRD, Mateus Hamsi dan sejumlah anggota. Menurut dewan, pihaknya tidak pernah tahu menahu adanya usaha tambang di Batu Gosok maupun di wilayah lain di Manggarai Barat termasuk tidak mengetahui adanya ijin usaha pertambangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dewan berjanji akan segera memanggil bupati Pranda.
• Pada tanggal 16 Juni bupati Pranda sedianya memenuhi panggilan DPRD namun hari itu bupati berhalangan hadir tanpa alasan yang jelas.
• Pada tanggal 22 Juni DPRD kembali memanggil bupati namun bupati lagi-lagi berhalangan memenuhi panggilan dewan dengan alasan yang tidak diketahui secara pasti. Namun, ia berjanji baru akan memenuhi panggilan dewan keesokan harinya yakni tanggal 23 Juni 2009.
• Tanggal 23 Juni 2009 acara dengar pendapat berlangsung di gedung DPRD Manggarai Barat. Perwakilan GERAM diundang untuk hadir walau tidak memiliki hak suara. Kali ini hadir pula sejumlah preman bayaran dan penjagaan yang ketat dilakukan aparat keamanan. Bupati Pranda menjelaskan bahwa pertambangan di Batu Gosok telah melalui prosedur yang benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia juga membantah isu yang mencap dirinya sebagai pemimpin yang otoriter dan tidak demokratis. Saat bupati sedang berbicara, beberapa anggota dewan dan sejumlah perwakilan GERAM melakukan aksi walk out sebagai aksi protes atas penjelasan bupati yang tidak menyentuh substansi persoalan atau tidak menjawabi pertanyaan anggota dewan serta terkesan cenderung membela diri dengan argumentasi-argumentasi yang irasional.
• Tanggal 26 Juni berkekuatan lebih dari 1000 orang GERAM kembali melakukan aksi demo. Dimulai dari lapangan sepak bola Waesambi menuju kantor bupati, DPRD dan lokasi tambang. Kali ini GERAM hanya berorasi di jalan dan di gedung DPRD. Selanjutnya ke lokasi tambang. Di lokasi tambang GERAM menduduki lokasi tambang sekitar 3 jam lamanya dan melakukan aksi pemagaran di salah satu titik lokasi tepatnya di atas tanah milik PT. Keramba di teluk Loh Mbongi. Sekita pkl. 17.00 Wita GERAM kembali ke Labuan Bajo dan membubarkan diri.
• Saat ini GERAM sedang mendiskusikan berbagai strategi perjuangan selanjutnya baik langkah litigasi maupun non litigasi termasuk langkah politis jika bupati Manggarai Barat belum mencabut kembali ijin usaha pertambangan yang telah dikeluarkan.


Kronologi Kekerasan Terkait Investasi Pertambangan Di Manggarai Barat
• Teror dan ancaman via SMS sering dialamatkan kepada beberapa anggota Gerakan Masyarakat Anti Tambang (GERAM) antara lain dialami P. Marsel Agot, SVD, Ferry Adu (koordinator aksi lapangan), Kornelius Rahalaka (Sekterais Geram), Teodorus Hamun (Ketua ASITA Mabar) dan sejumlah aktivis GERAM.
• Tanggal 26 Juni 2009 (aksi massa jilid III), Preman bayaran mengancam beberapa anggota GERAM.
• Tanggal 27 Juni 2009, sejumlah preman bayaran meneror Ketua ASITA, Teo Hamun di Hotel Paradise. Ancaman dan teror itu berhasil diatasi oleh anggota GERAM yang segera mendatangi lokasi kejadian.
• Tanggal 2 Juli 2009, sekitar pkl.09.30 malam wita, wartawan Kompas, Frans Sarong di teror via telepon ke Hotel Wisata oleh Bupati Mabar, Wilfridus Fidelis Pranda terkait dengan berita yang dilansir Kompas (2/7). Wartawan Kompas di suruh menghadap ke rumah jabatan bupati, namun ditolak.
• Tanggal 6 Juli 2009 pkl. 11.00 malam Wita, rumah kediaman sekretaris GERAM, Kornelius Rahalaka di jalan El Tari Labuan Bajo didatangi belasan preman bayaran. Beberapa nama yang diidentifikasi antara lain: Yohanes Mai (kepala desa Sema, Kec. Kuwus dan Konradus, seorang kontraktor asal Beokina, Manggarai). Kejadian itu telah dilaporkan ke aparat kepolisian Manggarai Barat.

Selasa, 13 Oktober 2009

Poti ‘Mayat’ Ikut Duduk Nonton Main Kartu

Ini terjadi di Manggarai, di daerah Ruteng yang berhawa dingin. Saya dengar cerita ini dari Krg Tos Djani. Ada mete ( tungguin mayat pria dewasa) . Seperti biasanya, orang bermain kartu sepanjang malam. Karena peserta untuk main kartu cukup banyak, sementara luas ruang tamu cukup sempit karena ditengah-tengahnya tempat pembaringan mayat, maka atas kesepakatan bersama para pemain kartu, maka mayat yang hanya diselimuti kain songke itu dipindahkan ke tikar di lutur itu, dibaringkan di sela-sela beberapa orang yang sudah tidur lelap di situ. Dengan demikian, ruang untuk bermain kartu menjadi cukup luas. Juga alasan, barangkali karena malam semakin larut, orang lebih cenderung fokus pada main kartu daripada ‘mayatnya’. Makin larut malam, makin juga datang para pemain kartunya, judi. Penerangan satu-satunya adalah lampu pelita dari kaleng susu bendera. Suhu malam amat dingin, ces agu menes ( hawa dingin dan terasa kedinginan).

Sebagaimana biasa, kain penutup mayat biasanya ‘towe songke terbaru’ yang jumlahnya minimal dua atau tiga, supaya mayat itu dapat di-klembuk (=nutup semuanya dari ujung kepala sampai ujung kaki ). Juga biasanya mayat sudah dipakaikan baju lengan panjang, celana panjang, lengkap dengan kaos kakinya.

Orang yg tidur berdampingan dengan mayat tidak tahu kalau mayat sudah dibaringkan berdampingan dengannya. Malam makin dingin, dia agak nempel badannya dengan yang sebelahnya ( mayat ). “Ole.. kau punya lipa tiga memang ta.., kasi saya pake satu e…” nyeletuknya. “Ole.. kau aman sekali e.. sudah lipanya dua, pake kaos kaki lagi, ae.. saya kasi keluar kau punya kaos kaki ta.., biar saya pake. Ole.. ilut toko de hau e.. kesa, toe keta huli cekoen”. Orang itu lalu memakai kaos kakinya. Tidurlah ia di samping rekannya itu, denan harapan bisa nyenyak. Tapi ternyata dia susah tidurnya, lalu dia bangun ( wengko towe songke sampai di kepala & dengan kaki berkaos ), lako hesot (=berpindah duduk dengan tanpa berdiri ) ke para pemain kartu yang lagi asyik judi, dan duduk jongkok di antara mereka, ingin nonton permainan kartu itu. Mukanya agak ditutupi dengan towe songke, sehingga tidak begitu jelas kelihatan. Yang amat jelas adalah kaos kaki putihnya dan kain songke barunya itu.

Menyadari ada poti yang lagi duduk di antara mereka, maka satu persatu para pemain kartu itu pergi. Kemana? Tidur. Tidur di mana ? di samping mayat yang sebenarnya. Biasanya kalau lagi asyik main kartu, fokus pandangan adalah ke arah kartu yang tergeletak di tikar saja, tidak ke arah wajah pemainnya. “ Wan kartu de hau ge ta !!!” begitu bentak salah seorang pemain yang masih tinggal, yang dimaksudkan ke teman yang duduk pakai kaos kaki putih itu (poti). “ Mana kartunya, toe maeng aku e.. kesa, saya hanya nonton saja”, dengan suara bas dia ( poti) menjawabnya. Mendengar itu, pemain tadi mengarahkan pandangannya ke arah kaos kakinya. Dia mulai memperhatikan, dalam hati dia berkata, “Ole.. kaos kaki hio ta.. itu ‘kan mayat punya!! Ole.. towe hio, itu kan mayat punya !!! Seketika itu dia berteriak, Oe.. Poti !! Poti!!! Poti !!! Semua orang bangun.

Jadinya kacau, karena mayat sebenarnya yang diletakkan diantara mereka tidak bangun, tetap tidur di lutur, sementara kaos kaki dan satu kain songkenya dipakai oleh orang yang masih hidup. Si orang yang hesot tadi juga heran, kenapa orang-orang ini takut saya? Lama kemudian, dialah yang orang terakhir yg berteriak takut dan nyaris pingsan, ketika telah menyadari kaos kaki dan towe songke yg dikenakannya itu dia ambil sendiri dari mayat. Ketakutan tahap kedua bagi mereka yang tadinya tidur, ketika mereka tahu bahwa mereka tadi tidur bersama mayat, bahkan sampai mereka kengko dengan paksa (=memban

Rabu, 07 Oktober 2009

JAEK KOMODO

Tiranos tidak biasa rokok, tapi pagi hari terakhir di Jakarta , seb at ang Start Mill terjepit diantara bibirnya. Ia duduk di teras kamar. Isap sembur, isap sembur. Sebagian kepulan asap masuk ke kamar. Rosa yang sedang baca koran pagi, pijit-pijit hidungnya. Ada rasa sengak. Ia intip ke teras, Tiranos sedang menikm at i kesendirian. Rosa ing at:”Lelaki yang merokok setelah berhubungan merupakan tanda ia melakukannya terlalu cep at ”. Pagi itu memang Tiranos melakukannya demikian. Mungkin ia lagi merasa kalah set. Dengan cerm at Rosa cari tau. “Tuan, s at u orgasme sehari dap at menganggurkan dokter sebulan”, pancing Rosa. Tiranos geleng-geleng kepada sambil lepaskan semburan terakhir. Rosa dap at afirmasi. “Mungkin Tuan lupa minum ob at ?”, tanya Rosa. Tiranos langsung pukul dahinya sendiri sebagai petunjuk kambuh lagi penyakit lupanya.
Pagi itu Tiranos memang lebih sibuk pikirkan pertemuan dengan Pak Laka , di Manggala. Laka itu penguasa temporer hutan. Ia s at u orang penting yang selalu dikontak Tiranos. “Sie-sie Rosa. Penyakit saya diob at i”. K at a Tiranos. Sudah itu ia bersiap berangk at . Laka sudah tunggu di lobi kantor. “Hai Tiranos!”, sambut Laka. “Selam at pagi Pak”, salam Tiranos. “Wah kamu tampak segar sekali!”, basa-basi Laka. “Ada ob at nya Pak”, canda Tiranos. Mereka menuju ruang VIP kantor Laka.
“Bagaimana taman nasional kita?” Laka membuka pembicaraan lebih serius. Tiranos b at uk-b at uk kecil , sebelum jawab: “Bagaimana kita ng at urnya aja pak?” Laka tersenyum lebar. Kedua lelaki itu kemudian bahas tentang daya tarik Komodo. M at a dunia sedang mengarah ke sudut timur Indonesia itu. Komodo buas dan liar jadi sebuah keajaiban. Tanda betapa ku at nya hasr at bertahan sebuah kehidupan. “Yah…kebuasan dan keliaran itu bukan su at u kemewahan tetapi su at u kebutuhan spirit manusia”, komentar Laka. Tiranos angguk-angguk. “Ada s at u lagi pak yang bikin makin menarik untuk sa at ini”, k at a Tiranos. “Apa itu?” reaksi Laka. “Jaeknya”, jawab Tiranos. “ Hemmm….. jaek”, Laka tidak negerti. “Ya pak. Jaek itu bilur-bilur yang terus meleleh keluar di mulutnya at au ilur dalam bahasa kami”, jelas Tiranos. “Mengapa mereka jaek terus?” , Laka semakin ingin tau. “Belum ada penelitian Pak. Tapi seorang filsuf alam dari Wae M at a k at akan jaek komodo itu merupakan kompensasi karena mereka tidak dap at melakukan masturbasi sebab tangan mereka pendek. Kalau manusia tangan pendek seperti mereka pun pasti tidak bisa masturbasi “, jelas Tiranos. Keduanya ngakak hingga retot dan Laka langsung minta ijin ke belakang sejenak untuk tuntaskan.
Laka balik dari toilet sambil pegang tisu. Masih ada tawa yang tersisa dan linangan air m at a di kedua pelupuk. “Kamu Tiranos ada-ada saja’. K at anya sembari duduk lagi. “Yang lebih penting Pak, kalo kita berhasil kumpulkan jaek itu. Ob at alami paling manjur”, jelas Tiranos. “Ob at apa lagi?”, tanya Laka. “Itu pak. Ob at ku at untuk itu….”, lanjut Tiranos. Laka cep at tangkap . Namun ia minta bukti. Tiranos sharing pengalaman pribadi. Ia sudah sering minum jaek Komodo sebelum berhubungan. Dan itu sudah mencapai tingk at ketagihan sehingga begitu pagi tadi lupa sekali saja, ia tak bisa imbangi Rosa . “Kalo begitu, bagaimana kita sebar luaskan kasi at jaek Komodo itu?”, usul Laka. Tiranos setuju saja asal hak p at en milik bersama. Muncullah ide penangkaran Komodo untuk memudahkan koleksi jaeknya. Laka berpikir keras. Tidak lama kemudian ia kontak Cito,di bagian wis at a. Entah apa yang dikemukakan Cito, Laka angguk-angguk sambil tersenyum melih at ke arah Tiranos.
Tiranos tercengang ketika Laka berk at a:”Jika Bapak lahir miskin , itu bukan kekeliruan. Tetapi jika Bapak m at i miskin, itu kekeliruanmu”. Dengan cep at ia bereaksi:”Saya ingin m at i kaya Pak”. Tiranos gengsi kalau disebut keliru dalam perspektif Laka. Laka merasa sudah masuk idenya. Ia langsung beri kejutan baru. “Pak Tiranos, mau pensiun di Bali?”, tanyanya. Tiranos sungguh terkejut. “Dari mana Laka ini tau kalau saya sudah punya rencana seperti itu. Saya sudah beli rumah di sana ”, k at a Tiranos dalam h at i dengan pandangan bengong. Lih at Tiranos bengong, Laka pikir Tiranos tidak suka dengan Bali . Ia lalu serahkan pilihan kepada Tiranos. “Bukan begitu Pak. Saya suka Bali ”, k at a Tiranos kemudian. “Semua akan saya at ur”, tegas Laka pada pertemuan lanjutan di sebuah restoran mewah..
Dalam kelegaan, Tiranos pulang ke Hotel agak sore. Begitu pintu kamar terbuka, ia langsung menghambur masuk dan membuang diri ke temp at tidur. Tiranos membenamkan wajahnya ke bantal. Rosa antara kaget dan heran. Ia am at i dari dek at dan kemudian dengan pelan meletakkan tangan di punggung Tiranos. “Tuan ada apa Tuan, ada apa?”, bisiknya. Tak ada jalaban. Rosa tidak ingin maksa. Hanya tangannya terus mengelus punggung Tiranos. Ada rasa takut yang muncul:”Jangan-jangan Tiranos sudah tau hubungan laos cekoen dengan Pakjen”. Namun ia usir jauh-jauh kecurigaan itu. Ketika tangan Rosa sudah menyentuh belahan pant at , Tiranos merasa geli. Ia agak menggelinyang. Rosa tersenyum. “Mari kita selesaikan di kamar mandi”, ajak Tiranos yang tiba-tiba bangun sambil menarik tangan Rosa .
Di bawah sower air hang at Tiranos berdiri dengan pejamkan m at a. Rosa tau yang dia mau. Ia ambil sabun cair, gosok di tangan dan kemudian m at ikan sower pelan-pelan. Lalu ia mengoles sabun cair ke tubuh Tiranos. Mulai dari leher hingga ke perut. Tiranos menahan erangan.”Uhhh……” Rosa kemudian membungkuk, setengah duduk. Ia teruskan olesannya, lew at kan daerah tengah dan langsung mulai dari jari kaki. Ketika sampai di betis, Rosa tengadah. Ia lih at aliran darah Tiranos sedang mengalir deras ke daerah tengah. Ia tunduk lagi lalu terus ke paha. Ampong……wajahnya begitu dek at dengan daerah sentral itu dan endusan nafasnya memberi sensasi lain. Tiranos melakukan gerakan seakan cari sumber endusan itu dengan m at a terpejam. “Di mana kamu Ros….Ros….”, Tiranos seperti menggiau. Dan….tidak ada suara. Mulut Rosa terasa penuh . Tiranos melengguh , lemas dan kemudian terduduk di bak kamar mandi. Selesailah sudah…
Lama diam, Rosa kemudian dengan lembut tanya:”Tuan suka?”. Tiranos bisu dalam rasa nikm at tak terkira. Rosa setia menunggu dia di tepi bak kamar mandi. Begitu Tiranos buka m at a, ia lih at senyum Rosa senja itu teram at manis. Ia pun bangun dan peluk serta gendong Rosa. “Terima kasih “, bisiknya. M at a Tiranos berbinar-binar ketika k at akan bahwa Rosa b at al berangk at pulang dari Cengkareng. Rosa pulang via Denpasar. “Saya akan pensiun di Bali. Saya, Laka dan Cito akan pegang hak p at en jaek 10 ekor komododi di sana”, cerita Tiranos. Itulah yang membu at nya sang at girang sa at pulang tadi, yang semp at bu at Rosa salah sangka. “Saya kan sudah punya rumah di sana. Dengan jaek komodo, saya pun bisa ambil s at u lagi untuk kamu”, tambah Tiranos. Luapan gembira Rosa tidak tertahankan. Ia menyapu bibir Tiranos dengan mulutnya. Tak ada lagi k at a-k at a , hanya jaekkkkk yang keluar meleleh dari mulut mereka. Sementara negeri Komodo makin kering dan merana.