Jumat, 20 November 2009

DPRD Mabar Ikut Langgar

Fraksi Golkar dan PDIP di DPRD Mabar menolak tambang. Tambang merusak lingkungan hidup dan masyarakat, termasuk pariwisata. Demikian ketua fraksi Blasius Jeramun dan Ambros Djanggat menanggapi ekplorasi tambang emas di Batu Gosok. Hanya begitu. Sebatas sikap fraksi. Belum jadi sikap DPRD. Sebab, belum ada pengaduan dari masyarakat.

Tunggu masyarakat mengadu dulu baru DPRD Mabar ambil sikap. Tidak ada pengaduan, tidak ada sikap. Sikap DPRD bergantung penuh pada ada tidaknya pengaduan. Seandainya warga satu kampung mati semua karena keracunan air minum sehingga tak tersisa seorang pun yang bisa datang mengadu ke DPRD, lembaga terhormat ini akan tetap tenang di tempat. Tahunya cuma menunggu.

Maka, supaya DPRD bisa mengambil sikap, mayat sekampung itu harus datang mengadu. Sebab, yang menentukan adalah adanya pengaduan, bukan adanya masalah. Segawat apa pun masalah, kalau tidak diadukan, tidak akan disikapi.

Kasus eksplorasi tambang emas di Batu Gosok kini diperhadapkan dengan sikap dewan seperti ini. Masalah sudah di depan mata, sudah genting, DPRD masih saja menunggu pengaduan masyarakat untuk bisa mengambil sikap. Kalau tidak ada yang mengadu, apakah berarti tidak ada masalah? Lupakan pengaduan itu! Mari dan lihatlah masalah.

Menjadikan Batu Gosok lokasi tambang emas, sudah masalah. Melanggar Perda Nomor 30 Tahun 2005. Dalam penjabaran berupa Penyusunan Rencana Teknik Tata Ruang Kota Labuan Bajo, Batu Gosok merupakan kawasan wisata. Bagaimana mungkin kawasan wisata yang mengharuskan pelestarian lingkungan hidup serempak menjadi kawasan pertambangan yang justru merusak dan menghancurkannya?

Perusakan dan penghancuran sudah di depan mata. Rm Robert Pelita Pr di Labuan Bajo bersama puluhan rekannya sempat ke Batu Gosok pada Minggu 24 Mei 2009. Ia kabarkan via SMS: “Betapa kami terkejut karena aktivitas pertambangan sudah mulai berjalan. Kami saksikan, ada satu alat berat (loder), dua tower sudah dibangun, ada beberapa parit lebar 1-2 meter, dalam 2-3 meter, panjang puluhan meter. Parit tersebut ke utara (mengarah) ke Perusahaan Ikan Loh Mbongi dan ada yang ke arah Hotel Anam Emeral. Kami juga bertemu satu pegawai lapangan investor tambang.

P Marsel Agot SVD sempat dialog dengan dia. Dia beri keterangan bahwa rencananya akan dieksplorasi 2.000 ha. Saya juga dapat SMS dari pegawai Hotel Anam Emeral beberapa hari lalu bahwa dua wisatawan asal Swedia terpaksa evakuasi ke Hotel Bintang Flores karena terganggu oleh aktivitas di lokasi pertambangan.”

Dalam pelanggaran sebesar ini, DPRD Mabar masih main tunggu dan main tunda. Periculum ini mora, kata ungkapan Latin. Bahaya mengintai dalam penundaan. Menunggu, menunda, berarti membiarkan pelanggaran tetap berlangsung. Setiap pembiaran merupakan pelanggaran. Pelanggaran by omission. Jelas, dengan sikapnya itu, DPRD Mabar ikut melanggar juga

DPRD Mabar, Penunggu

Anjing menggonggong, kafilah berlalu. Masyarakat Mabar boleh protes, Bupati Fidelis Pranda jalan terus. Investor Cina sudah masuk ke lokasi tambang emas di Batu Gosok, Kelurahan Labuan Bajo. Lengkap dengan peralatan berat. Sudah mulai eksplorasi pula, menggusur, dan seterusnya.

Batu Gosok di bibir Laut Sawu, tak jauh dari Labuan Bajo. Kawasan ini masuk jalur hijau. Kawasan yang diperuntukkan bagi pengembangan pariwisata. Sudah ditetapkan dalam Perda Nomor 30 Tahun 2005. Karena peruntukannya jelas dan tegas, pengembangannya sudah tampak. Sudah ada hotel di sana.

Atas dasar apa dan seizin siapa investor tambang masuk? Atas dasar apa dan seizin siapa ia menyerobot jalur hijau, merusak tata ruang, dan mengangkangi perda? Patut dapat diduga, atas dasar kesepakatan dengan bupati dan atas izin sang bupati. Kapan, di mana, dan bagaimananya, itu yang tidak jelas. DPRD juga tidak tahu. Baru tahu dan terkejut-kejut ketika Batu Gosok mulai digusur.

Masyarakat resah. Gereja prihatin. Administrator Keuskupan Ruteng Rm Laurens Sopang Pr mengirim SMS. “Saya dan para imam Keuskupan Ruteng sedih dan menyatakan turut berduka atas gejala kematian pariwisata Mabar, akibat kerusakan lingkungan hidup di Batu Gosok karena sudah mulai digusur alat-alat berat dari Cina untuk pertambangan emas. Pariwisata Mabar hancur oleh kerakusan pemda. Betapa surammya dunia pariwisata kita ke depan. Padahal, pariwisata itu emas yang tidak akan pernah habis.”

SMS dari Rm Edy Manori Pr menohok langsung Bupati Pranda. “Sebagai pemimpin Mabar, Bapak katanya punya kehendak baik untuk sejahterakan rakyat. Bapak menegaskan pariwisata merupakan aset Mabar. Semua setuju. Akhir-akhir ini sepertinya Bapak berubah konsep alias tidak konsisten. Tiba-tiba tambang jadi primadona, padahal risikonya untuk merusak lingkungan dan pariwisata sangat besar. Apalagi lokasi tambang tepat di daerah pariwisata seperti Batu Gosok. Prosedur hadirnya juga bermasalah, tidak transparan .... Kebijakan sepihak tanpa melibatkan rakyat bahkan merampas hak milik rakyat menggambarkan kepemimpinan yang tidak demokratis, melainkan diktator ....”

Di tengah keresahan ini, anehnya, DPRD Mabar duduk manis. Wakil Ketua Ambros Djanggat beralasan, “DPRD belum bisa mengambil sikap karena masih menunggu pengaduan masyarakat.” Wuih, macam polisi saja dalam delik aduan murni. DPRD itu wakil rakyat. Mata, telinga, hati, dan mulutnya rakyat. Seharusnya peka, menyerap, membahasakan, dan memperjuangkan aspirasi rakyat, termasuk yang tidak dapat dan tidak berani diungkapkan rakyat.

Tambang Batu Gosok itu di depan hidung. Eksplorasinya jelas-jelas mengancam lingkungan hidup dan pariwisata, menyerobot jalur hijau, merusak tata ruang, dan mengangkangi perda. Koq DPRD tunggu pengaduan dulu baru bertindak? Di mana perannya sebagai mata, telinga, hati, dan mulut rakyat? Kalau cuma tunggu, sekalian saja ganti nama: Dewan Penunggu Rakyat Daerah Mabar.

Kamis, 19 November 2009

Melawan ‘Kemiskinan’

M. Gandhi pernah mengatakan alam hanya bisa mencukupi kebutuhan, tanpa bisa memuaskan keserakahan manusia. Apologi ini sesungguhnya sinyal awal dari massifitas perilaku korupsi yang mengakomodasi keserakahan manusia pada klimaks patologis (Arghiros, 2001) seperti power tend to corrupt-nya Lord Acton.

Indonesia paling tidak sedang bernaung di patologi ini. Antek-antek korup di bangsa ini sedang asyiknya menyeringai keadilan. Dengan kekuasaan tendensius, sumber daya bangsa dibabat demi sebuah piramida kemiskinan. Sedikit orang yang menikmati roti kemakmuran sebaliknya banyak rakyat yang terkapar lapar.

Maka Mark Twain benar, teror paling mengerikan sesungguhnya kemiskinan. Kemiskinan tak lain simbolisasi dari kemampuan distribusi negara yang lemah. Kemampuan mendistribusi tidak saja pada soal sumber daya, tetapi nilai-nilai vital yang menjadikan suatu negara berwibawa yakni hukum dan keadilan (Rawls, 2006).

Hukum dan keadilan bangsa ini memang sedang dibayang-bayangi teror keserakahan. Para koruptor cerdik dan lihai melipat rapih hukum sesuai selera sehingga kebenaran nampak salah dan yang salah nampak benar. Inilah yang didistribusikan secara impresif ke berbagai level institusi (birokrasi eksekutif, legislatif maupun yudikatif) sebagai sumber soal indikasi mafioso.

Instrumen kenegaraan kehilangan ‘darah segar’ fungsinya di lahan populis. Kosekuensinya konstelasi hukum nasional kian pucat tafsir dimonopoli kaum idilis yang ngotot melumat nilai-nilai kejujuran dan akuntabilitas demi kepentingan diri dan kroni-nya (Salmi, Violence and Democratic Society: 2005). Afirmasi hukum seketika terjun bebas dalam impunitas pembelaan diri, mengundang simpati klise sekaligus demi selamat dari penghakiman rakyat.

Anyaman Rapuh

Maka tak heran kala melihat sumpah dan air mata begitu laris manis di bibir pejabat. Seolah apa yang namanya benar dan jujur hanya bisa diinaugurasi oleh ikrar sumpah. Ironisnya rakyat sudah telanjur dibenami kepercayaan yang rendah (low of trust) terhadap instalasi hukum. Petenteng hukum kita yang mudah dikeroyok kepentingan pragmatis menguatkan karakter hukum yang delegitimatif, tak dapat diandalkan untuk memuaskan pencaharian keadilan sejati 200 juta-an rakyat.

Di sini demokrasi berpotensi menjadi anyaman rapuh yang kehilangan ‘seni’ dan substantifnya. Sebab hukum senantiasa gagal meluruskan sendi institusi kebangsaan yang bengkok. Sebaliknya hukum yang vakum kaedah perlahan-lahan menggembosi roda demokrasi di tepian jurang kebangkrutan moral.

Dramaturgi kasus Polri, Kejaksaan dan KPK sesungguhnya sebuah wajah paling binal untuk menunjukkan distorsinya gelombang demokrasi. Di luar, eksposes keberhasilan demokrasi cukup berbinar. Tetapi di sisi lain, demokrasi itu gagal memberi kehidupan buat rakyat.

Sejak reformasi dihembuskan sampai sekarang, mental-mental ekskursionalitas politik para elit lebih tampil dominan daripada sebuah pengorbanan konstruktif. Nilai-nilai narsisme pejabat sepertinya jauh berada di atas angin. Sulit dijangkau akal sehat dan atmosfir komunalisme.

Institusi hukum dibuat sekadar ruang pelesiran hasrat koruptif. Prosedur legalisme dengan ayat dan pasal yang menyayapi mesin hukum dihadirkan untuk menyingkirkan eksistensi rakyat yang membisu dalam rel-rel ekspektasi moral. Rakyat bertanya, bagaimana bisa membangun negara yang instalasinya sudah didesain secara sistemik untuk bekerja mengenyangkan perut kekuasaan materialis. Sementara rakyat dipaksa sistem itu mengerahkan energinya bagi pencapaian kondusifitas interpretasi hukum yang koheren dengan interest satu dua orang.

Keangkuhan hukum yang disubtilkan oleh birokrasi yang pongah dan rusak selalu mengontrol ruang gerak rakyat untuk selalu tunduk pada kebohongan penguasa dengan testamen-testamen panoptikal dan menyesatkan. Rakyat dianggap dungu karena selalu dapat mengiyakan argumentasi penguasa tanpa berani memperdebatkannya dalam ruang deliberatif (F Budi Hardiman: 2009: 168-172).

Mafia hukum dengan torehan skandal dan testimoni palsu yang merecoki institusi hukum bangsa dewasa ini menandakan suatu keparahan negara. Betapa pun negara ini demokratis, mampu menyediakan jaminan kesejahteraan pejabat yang tampil mewah dengan seabrek fasilitasnya. Fakta berbicara, negara ini sedang sakit kronis. Kemiskinan dan bencana adalah kutukan sosial terhadap negara yang diserahkan pengelolaannya kepada penyamun berdasi.

Mereka mengendalikan (memiskinisasi) negara di tengah kenestapaan yang menikam jantung rakyat. Bangsa ini terus diiris penderitaan jika pemuka-pemukanya hanya pandai bersilat lidah, saling berebut benih rivalitas untuk menumbuhkan kebencian terhadap gerakan yang merapuhkan kemapanan. Korupsi bukan lagi musuh bersama, namun menjadi kawan bersinergi untuk mendurjanai keadilan yang diparkirkan bebas di atas meja dan ketukan palu kompromi.

Modal Demokrasi

Korupsi sudah dianggap keniscayaan dari sebuah budaya kekinian. Sebuah bentuk upaya memodernisasi ‘penghisapan’ dengan intrumen administratif, birokratis serta konsolidasi kepentingan parsial agar terus beritme dan memperoleh tempat sejuk dalam dinamika kekuasaan reformatif. Apalagi kincir kapitalisme ikut memberi angin segar bagi blunder penumpukan kekayaan.

Indonesia tak mestinya bangkrut dari tekukan begundalitas elit yang mengisap uang rakyat. Indonesia masih menyisakan modal demokrasi potensial dan ekspresif yaitu kekuatan kritis rakyat (F Budi Hardiman, 2009), misalnya jutaan facebookers yang kini berada di pihak ‘cicak’. Mereka ini perlu diberi roh oleh pemimpin yang menyemangati ikhtiarnya dalam melakukan kontrol terhadap berbagai kekejian penguasa.

Untuk itulah negara perlu punya pemimpin atau presiden yang berwibawa (Almond & Powell 1978; 286); yang sanggup menggalang dan mengarahkan cita-cita kolektif rakyat secara spartan dan tegas menuju ke sebuah gerbong perlawanan bersama terhadap berbagai kemiskinan (kejahatan korup) yang mendera bangsa dan negara ini.

Rabu, 18 November 2009

BARTIMEUS, SI BUTA

Ada seorang buta dari Yeriko, namanya Bartimeus. Dia buta sejak lahir. Sudah lama dia mendengar bahwa seorang yang bernama Yesus dapat menyembuhkan orang-orang sakit dari segala macam penyakit. Diapun berharap agar suatu saat Yesus datang ke kotanya dan bisa menyembuhkan dirinya. Maka saat ketika Yesus lewat, baginya merupakan kesempatan berahmat.

Di tengah kerumunan orang, dia berteriak dan memanggil Yesus. Walaupun orang banyak menegur dan berusaha menghalanginya, dia malahan semakin kuat berteriak: “Yesus putera David, kasihanilah aku,” (Mrk.10:46-52).
Beranjak Dari Kebutaan

Semua orang beriman sadar bahwa hidup adalah anugerah Allah. Ini berarti hidup diberikan oleh Allah kepada manusia tanpa sebuah perhitungan apapun. Sebagai anugerah, hidup adalah sesuatu yang sangat penting bagi manusia, bukan sekedar sebuah hadiah yang diberikan setelah melakukan sesuatu yang berkenan di hadapan Allah.

Hidup merupakan kesempatan bagi manusia untuk mengaktualisasikan dirinya di dalam dunia. Hidup, apapun bentuknya selalu berhubungan dengan sumbernya yaitu Allah sendiri. Bagi Bartimeus, sejak lahir, hidup adalah menjadi buta. Oleh karena itu, dia memandang hidup dari kebutaannya.

Dia tentu berusaha supaya diri dan hidupnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari komunitas dan masyarakat di mana dia berada, tetapi, baik dirinya maupun orang lain tidak dapat mengubah keadaannya. Dia buta. Walaupun demikian dia tetap yakin dan percaya bahwa hidup adalah anugerah Allah. Tidak ada sesuatupun, termasuk manusia yang bisa mengubahnya. Segala macam keterbatasan, penderitaan dan kegagalan tidak mampu meniadakan atau menghancurkannya.

Bartimeus yakin bahwa hidupnya berada dalam genggaman Allah. Menurutnya Allah hadir dalam kebutaannya. Dia percaya bahwa orang yang bernama Yesus itu adalah Mesias yang dijanjikan oleh Allah (putera David). Dan Yesus datang untuk menyelamatkan orang-orang yang tak terbilang dalam masyarakat, termasuk dirinya. Sehingga ketika Yesus lewat dia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengalami kasihNya. Dia tahu dan yakin bahwa saat itu adalah berkat dan rahmat dari Allah.

Dia yakin bahwa Allah mengundangnya untuk meraih kehidupan yang lebih baik, dan karena itu, dia harus memenuhinya. Dia percaya bahwa saat itu adalah satu-satunya kesempatan untuk masuk ke dalam bilangan Kerajaan Allah. Karena itu dia berusaha sekuat tenaga berteriak memanggil Yesus. Dan memang usahanya membuahkan hasil. Yesus mendengar suaranya, lalu memberikan kesempatan kepadanya untuk menyampaikan keinginannya. Yesus memenuhi permintaannya. Dia dapat melihat.

Bartimeus, model murid

Apa yang menarik dari fenomen Bartimeus ini? Penyembuhannya yang luar biasa? Tidak salah kalau orang-orang kristen membiarkan diri tertarik secara rohani dengan berbagai macam penyembuhan yang dilakukan oleh Yesus selama keberadaanNya di dunia ini, karena lewat penyembuhan-penyembuhan itu Yesus ingin menunjukkan bahwa Kerajaan Allah benar-benar hadir di tengah-tengah dunia.

Namun, di pihak lain, hal-hal itu belum tentu mampu mengantar hati dan pikiran manusia kepada Yesus dan mengerti secara mendalam maksud kedatanganNya. Berulang kali Yesus mengingatkan khalayak ramai yang menyaksikan perbuatan-perbuatanNya supaya tidak mengatakan kepada siapapun (misalnya Lk. 8: 56). Karena Yesus tidak mau orang menganggap dirinya hanya sebagai pembuat mujizat dan dukun populer berkekuatan gaib yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Yesus menghendaki sesuatu yang lebih dari itu.

Penginjil Markus menghadirkan Bartimeus sebagai model dari murid yang tahu dan sadar akan kehadiran Kerajaan Allah. Bukan orang banyak yang sedang mengerumuni Yesus dan murid-muridNya sebagai kelompok yang patut mendapat penghargaan. Bukan mereka yang menegur si buta supaya tidak mengganggu Yesus, dijadikan Markus sebagi cermin tingkah laku spiritual yang benar. Di mana letak keistimewaan dari tokoh Bartimeus ini? Ketika dia melihat cahaya, dia segera mengikuti Yesus.

Bagi dia, ´dapat melihat´ adalah suatu rahmat sekaligus sebagai suatu panggilan dan undangan dari Dia yang memberikan terang itu. Kebutaan yang dia alami sebelumnya bukan saja menghalangi dirinya untuk melihat dan mengalami hidup seperti orang lain, tetapi juga merupakan batu sandungan untuk merangkai dan membangun langkah-langkah hidup menuju kesempurnaan kekal. Oleh karena itu, dia tidak tergoda untuk berhenti dan puas pada kenyataan ´bisa melihat´, tetapi lebih dari itu beriman dan percaya kepada Yesus. Sangat berbeda dengan orang banyak. Mereka tidak mengerti apa yang mau diperjuangkan oleh Bartimeus. Mereka juga tidak memiliki sebuah hati yang mampu dan mudah tersentuh oleh belaskasihan.

Mereka tidak sadar bahwa jawaban praktis yang sempurna atas pewartaan Yesus adalah membuka jalan bagi yang menderita dan tertekan menuju Yesus. Mereka juga tidak melihat bahwa apa yang dilakukan oleh Bartimeus adalah perbuatan iman. Mereka melihat Yesus, tetapi mereka tidak melihat cahaya, malah berbalik tanpa melakukan apapun. Orang banyak tidak mampu melihat dan menyadari kedatangan Kerajaan Allah. Mereka tetap menanti dan bertekun dengan cara hidup lama yang sangat diskriminatif dan menyesatkan. Sedangkan, Bartimeus tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk memperbaiki hidupnya.

Baginya hidup baru berarti mengikuti Yesus. Orang banyak masih menunggu, menimbang berbagai macam hal dan membutuhkan banyak mujizat untuk menjadi murid Yesus, sedangkan bagi Bartimeus, saat dia melihat cahaya adalah moment pertobatan karena dia memang sudah mengalami kerajaan Allah. Orang banyak sedang mencari-cari terang untuk menemukan jalan hidup yang benar, tetapi ketika melihat jalan itu, mereka berbalik dan meninggalkan Yesus tanpa kata dan perbuatan (Mrk.10:22).

Bartimeus dan kemiskinan dalam dunia

Data-data menunjukkan bahwa banyak kejahatan yang dilakukan oleh manusia dewasa ini disebabkan oleh kemiskinan. Orang terpaksa mencuri, melacur, membunuh, merampok dan berperang karena ketiadaan uang dan lapangan kerja. Kemiskinan juga menyebabkan yang kaya dan para penguasa semakin serakah. Oleh karena itu kemiskinan dianggap momok yang menakutkan. Orang-orang miskinpun sampai diperlakukan sebagai penyebab dari kemiskinan itu. Mereka cenderung tidak diperhatikan dan diperhitungkan, sampai apa saja yang mereka miliki diambil sebagai alasan untuk kepentigan umum.

Tokoh Bartimeus menunjukkan realita kemiskinan dan penderitaan yang sangat berbeda. Bagi Bartimeus, kemiskinan dan penderitaan adalah batu loncatan untuk mengalami kehadiran Allah di tengah-tengah dunia. Kemiskinan adalah semangat hidup yang tidak menggantungkan diri pada harta kekayaan, sebaliknya menyerahkan diri sepenuhnya kepada kehendak Allah. Sehingga kemiskinan bukan lagi merupakan momok yang menghancurkan kehidupan manusia tetapi lebih sebagai sikap dasar untuk memperkaya hidup menurut kehendak Allah.

Kemiskinan Bartimeus melahirkan sikap solider dan saling menghargai. Yang kaya harus tahu diri bahwa semua manusia dilahirkan miskin dan tak berdaya, bahwa dunia dan segala yang ada diciptakan untuk semua, bahwa potensi, kemampuan dan bakat lebih-lebih dalam bidang ekonomi bukan untuk kepentingan ´keakuannya,´ tetapi untuk berbakti terlebih kepada mereka yang lebih membutuhkan.

Yang kaya harus sadar bahwa dia diperkaya oleh orang-orang miskin dan tertindas. Negara-negara kaya dewasa ini selayaknya mulai berpikir untuk membantu negara-negara bekas jajahan sebagai tanda pertobatan yang layak karena telah menguras dan merampas harta kekayaan secara tidak manusiawi selama berabad-abad.

Bartimeus juga mau menunjukkan bahwa orang miskin adalah sebuah sakramen: membawa umat manusia kepada jalan yang diretas oleh Yesus menuju kebahagiaan. Tokoh Bartimeus memberikan pencerahan untuk memahami bahwa orang miskin bukan sosok manusia yang membebani dunia. Bahwa orang miskin bukan kelompok manusia yang menghancurkan dan merendahkan martabat manusia sebagai makhluk berakal budi.
Bahwa kebutuhan orang miskin bukan terbatas pada uang dan lapangan kerja, tetapi terutama ruang dan kesempatan untuk merealisaikan dirinya sebagai manusia. Bahwa untuk membantu orang miskin bukan dengan cara menghancurkan hábitat dan ekologinya, dan mencabut roh dan akar budaya kehidupannya, kemudian memindahkan mereka seperti binatang langkah dan purba ke daerah tak bertuan.

Oleh karena itu, kemiskinan yang melanda negara-negara berkembang sepatutnya mengusik hati dan pikiran segenap umat manusia. Seruan orang-orang miskin, keluhan-keluhan negara-negara dunia ketiga dan keempat sepantasnya didengar oleh setiap penguasa, pengatur dan penggerak program pembangunan global.

Suara-suara dari mereka yang lapar karena tertindas oleh ketidakadilan seharusnya dibiarkan bergema di sekolah-sekolah, Perguruan Tinggi, LSM, lembaga agama dan pemerintah, organisasi masyarakat, Bank Dunia dan FMI. Realita orang miskin harus menjadi dasar sebuah program pembangunan lokal, nasional maupun global, karena hidup mereka bukan suatu kutukan dari sang Pencipta, sebaliknya sebuah rahmat untuk membangun dunia menuju realita Kerajaan Allah.

Mari… kita berdoa, semoga Allah sumber kehidupan menggerakkan hati dan akal budi kita agar mampu mengenal kehadiran dan kehendakNya secara baik dan benar. Agar kita rela dan berani membawa semua orang pada jalan menuju pertemuan dengan Yesus. Agar semua proyek dan program pembangunan, baik lokal, nasional maupun global sejalan dengan karya keselamatan: selalu mulai dari realita ketakberdayaan, menuju jalan salib dan berakhir dengan kebangkitan. Amin!

Hidup di Tengah Janji-Janji Politik

Pasca pemilihan umum legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) 2009, rakyat Indonesia dipastikan kembali mengalami ingar bingar politik elektoral. Secara nasional, tahun 2010 nanti berlangsung sekitar 210 pemilihan kepala daerah (pilkada) di kabupaten/kota dan terdapat tujuh pilkada tingkat provinsi. Di NTT sendiri ada delapan kabupaten yang akan menggelar pilkada.

Delapan kabupaten tersebut adalah Kabupaten Flores Timur, Ngada, Manggarai, Manggarai Barat, Sumba Timur, Sumba Barat, Timor Tengah Utara (TTU) dan kabupaten Sabu Raijua. Selain Kabupaten Sabu Raijua yang merupakan kabupaten baru, masa jabatan ketujuh bupati di kabupaten lainnya berakhir pada semester kedua 2010, yaitu antara Agustus sampai Desember.

Dengan demikian, dengan mengacu pada ketentuan undang-undang bahwa pilkada diselenggarakan paling lambat 30 hari sebelum masa jabatan bupati/walikota berakhir, penyelenggaraan pilkada di NTT kira-kira dimulai bulan Juni hingga November 2010. Tetapi, tentu saja beberapa bulan sebelum dan sesudah pelaksanaan pemungutan suara dilakukan, dinamika politiknya sudah dan tetap terasa. Dua kabupaten di ujung barat Pulau Flores, yaitu Manggarai dan Manggarai Barat (Mabar), misalnya, meski tahun 2009 belum berakhir, tetapi kasak-kusuk tim sukses mulai memasuki kampung-kampung.
Padahal, masa jabatan Bupati Manggarai, Christian Rotok dan Wakilnya Deno Kamelus berakhir 14 September 2010. Sedangkan, masa jabatan Bupati Manggarai Barat Wilfridus Fidelis Pranda dan Wakilnya Agustinus Ch. Dula berakhir pada 30 Agustus 2010.

Sejumlah nama bakal kandidat pun sudah mulai beredar di masyarakat. Di Mabar muncul nama-nama seperti Wilfridus Fidelis Pranda, Agustinus Ch. Dula, Anton Bagul Dagur, Mateus Hamsi, Paul Baut, dan lainnya. Sedangkan, di Kabupaten Manggari, sejumlah nama bakal kandidat yang muncul adalah Chris Rotok, Paju Leok, Yos Darung Man, Liber Habut, Victor Slamet, dan sebagainya.Bisa dipastikan, di Kabupaten Ngada, Flores Timur, Sumba Barat, Sumba Timur, TTU, dan, Kabupaten Sabu Raijua, juga mengalami dinamika yang sama. Nama-nama bakal calon ini oleh tim sukses masing-masing sudah disosialisasikan ke para calon pemilih di seluruh pelosok daerah. Proses pilkada sebagai suatu mekanisme politik untuk menggantikan kepala daerah merupakan suatu keniscayaan dalam demokrasi prosedural.

Sejak tahun 2005 lalu, pilkada dilakukan secara langsung, yaitu setelah disahkannya UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai dasar hukum penyelenggaran pilkada. Pilkada langsung ini dinilai mencerminkan nilai demokrasi, yaitu partisipasi yang luas dari warga Negara dalam proses politik. Sebelum UU No 32 tahun 2004 ini berlaku, pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD.Pilkada langsung di 210 kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2010 adalah gelombang kedua pelaksanaan pemilihan secara langsung. Gelombang pertama terjadi antara tahun 2005 hingga 2008. Gelombang kedua akan terjadi hingga 2013.

Masyarakat mulai mengenal pemilihan langsung ini sejak tahun 2004, yaitu mulai pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2004. Dan tahun 2009 ini masyarakat Indonesia baru saja mengulang ritus demokrasi prosedural itu.Mengemas Diri-Menebar JanjiImplikasi ekonomis dari penyelenggaraan pilkada dan juga pileg dan pilpres secara langsung adalah menimbulkan biaya politik yang tinggi. Setiap kandidat harus menguras kocek hingga miliaran rupiah untuk membayar kendaraan politik (partai politik) dan untuk sosialisasi diri kepada konstituen.Sosialisasi diri adalah kerja politik yang menentukan menang tidaknya seorang kandidat.

Partai politik pengusung benar-benar hanya menjadi kendaraan politik yang mengantarkan seorang kandidat pada arena kompetisi pilkada itu. Karena, kebanyakan partai politik (untuk tidak menyebut semua) di Indonesia hanya bekerja menjelang pelaksanaan pemilu (pileg, pilpres, pilkada). Akibatnya, partai tidak memiliki basis dukungan yang real di masyarakat. Parahnya, kebanyakan kandidat juga, adalah para elit yang tidak menyatu dengan keseharian hidup masyarakatnya atau belum memiliki kerja-kerja politik yang dirasakan manfatnya secara praktis oleh masyarakat.

Dalam kondisi seperti ini, incumbent memiliki peluang untuk memenangkan pertarungan terutama kalau dia dinilai berhasil dalam persepsi masyarakat.Karena para kandidat banyak yang muncul dari kalangan elit, apakah elit ekonomi, poitik, birokrat maupun intelektual kampus, hampir pasti harus lebih giat melakukan sosialisasi diri ke konstituen. Dalam sosialisasi diri itulah terungkap janji-janji manis para kandidat.
Semua berlomba-lomba mengklaim diri sebagai the master yang bisa menyulap kemiskinan rakyat menjadi kesejahteraan. Tak cukup dituturkan dengan mulut, janji-janji itu pun disampaikan melalui berbagai media komunikasi, seperti iklan di media elektronik, surat kabar, baliho, selebaran, poster, stiker, dan sebagainya.

Materi iklan-iklan ini dirancang sebagai komunikasi persuasif yang dapat menarik simpati khalayak (konstituen) melalui penggunaan elemen-elemen grafis yang enak dipandang mata. Seperti foto diri yang menampakan senyum atau tampak berwibawah dengan sorotan mata tajam.Wajah yang kasar dan sangar sudah menjadi tampak lembut dan hangat sehingga membangkitkan citra atau persepsi sebagai pemimpin yang berwibawah tetapi tetap ramah kepada masyarakat. Obral janji memang merupakan bagian dari kampanye politik, bertujuan menambah akumulasi perolehan suara. Karena itu, janji-janji politik ini dikemas sedemikian rupa sehingga khalayak (konstituen) nyaris atau bahkan tidak menyadari sama sekali bahwa kesemuanya itu adalah sesuatu yang didesain untuk tujuan jangka pendek meraih dukungan suara. Soal apakah nanti kalau terpilih janji-janji itu direalisasikan, itu adalah urusan moralitas yang tidak memiliki sanksi tegas.

Saat kampanye berlangsung, para kandidat mengkonstruksikan dirinya di hadapan khalayak menjadi tampak baik dan menarik. Walaupun tak jarang tidak sesuai dengan realitas diri yang sebenarnya. Ervin Goffman dalam The Presentation of Self in Everyday Life (1959) menjelaskan bahwa seperti aktor dalam sebuah pentas drama yang memainkan karakter tertentu sesuai skenario, demikian juga seorang aktor di panggung politik memainkan peran yang diskenariokan. Aksinya di depan publik boleh saja memukau, membuat khalayak terkesima, tetapi apa yang terjadi di balik panggung itu, hanya dia dan timnya yang tahu. Citra yang ditampilkan ke khalayak adalah citra artifisial.Jangan TerjebakPilkada-pilkada yang akan digelar itu membuat hidup bersama sebagai suatu masyarakat politik penuh dengan janji-janji dari politisi.
Baru saja kita mengikuti pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2009 dengan berjuta janji para kontestannya. Kini para politisi kembali menebar janji ke telinga kita agar dipilih dalam pilkada. Tetapi rakyat sebagai pemilih sebaiknya sadar bahwa janji, meski mengandung tuntutan etis untuk ditepati, juga sekaligus berpeluang besar untuk tidak ditepati. Pengalaman sehari-hari membuktikan hal ini. Dalam politik praktis tidak terlalu sulit menemukan fakta-fakta ingkar janji para politisi.

Masyarakat misalnya bisa mengamati kondisi kehidupan sehari-hari di kampung atau desa saat seorang politisi berkuasa dibandingkan sebelum dia naik ke singgasana kekuasaan. Adakah perubahan: apakah jalan-jalan sudah diaspal, apakah biaya kesehatan dan pendidikan masih mahal, apakah menjual hasil pertanian ke kota sudah gampang, dan lain sebagainya. So what?
Pertama, jangan meminta-minta sejumlah uang kepada politisi atau menerima uang saat kampanye berlangsung untuk keuntungan diri sendiri. Karena meminta-minta atau menerima uang untuk menukarkannya dengan suara adalah politik transaksional yang menggerus makna politik sebagai sarana memperjuangkan kebaikan bersama. Kekuasaan yang diberikan kepada politisi adalah amanah untuk mengusahkan kebaikan bersama itu. Karena itu, tidak untuk diperdagangkan.

Fakta politik kontemporer menunjukkan fenomena transaksional atau politik dagang sapi sudah dianggap sebagai suatu kewajaran demokrasi liberal. Mulai dari tawar-menawar harga partai sebagai kendaraan di antara sesama elit politik, hingga tindakan segelintir masyarakat di lapisan bawah (grass root) “mengelolah” (menguras duit) calon dalam ajang politik tertentu (pilkada,pileg,pilpres).Fenomena politik transaksional, baik itu di kalangan elit politik dan terutma di kalangan masyarakat sebagai pemilih ini jangan dibiarkan berkembang. Karena fenomena ini merupakan penghancuran terhadap demokrasi. Rakyat kelak akan dianggap kehilangan haknya untuk menuntut pertanggungjawaban kepada penguasa karena kedaulatan itu sudah ditransaksikan atau sudah dijual dengan sejumlah uang.

Kedua, menjadi pemilih yang kreatif. Pemilih adalah pemegang hak politik karena itu mesti digunakan secara kreatif. Dalam kontes politik seperti pilkada susah membedahkan mana “malaikat” dan “mana iblis”, mana calon yang benar-benar serius memperjuangkan kesejahteraan rakyat dan mana yang sekadar mengejar kekuasaan. Boleh jadi, semua calon adalah iblis dan sekaligus juga malaikat. Tetapi ini tentu tidak berarti tidak memilih atau golput. Tetapi perlu melakukan inovasi dalam memilih, misalnya membuat kontrak politik dengan calon. Calon yang bersedia menandatangani kontrak politik layak untuk dipilih. Harus dipahami kontrak politik adalah tindakan politik kolektif. Artinya, memilih yang merupakan keputusan politik individual ditransformasikan menjadi keputusan kolektif melalui mekanisme demokratis (musyahwara).

Kontrak politik seperti ini pada pemilihan presiden lalu banyak dilakukan pasangan capres/cawapres Megawati Soekarno Putri dan Prabowo. Sayangnya keduanya tidak terpilih sehingga kita tidak bisa mengetahui seberapa efektif kontrak politik yang dilakukan itu.

Dari sudut pandang etika politik, kontrak politik antara kandidat dan konstituen semestinya tidak perlu dilakukan lagi karena kekuasaan politik yang diperoleh seorang penguasa dalam Negara demokrasi memiliki tuntutan etis untuk dipergunakan demi kebaikan bersama. Bahwa seseorang memiliki otoritas untuk memerintah orang lain karena dia memiliki legitimasi etis untuk memerintah. Tetapi realitas politik dalam sistem demokrasi liberal sekarang, justru aspek etika ini yang mengalami defisit.

Ketiga, ke depan perlu dibentuk undang-undang tentang janji-janji politik ini. Di dalamnya diatur: politisi yang ingkar janji diancam sanksi pidana. Sehingga, ada mekanisme hukum positif bagi masyarakat untuk mempidanakan politisi yang tidak menempati janjinya. Hal ini mungkin terkesan utopis, tetapi bukankah dari hal utopis muncul perubahan?

Bela Diri

“Memberi diri” adalah sebuah ungkapan klasik dan galib. Namun, ungkapan ini akan menjadi sebuah ekspresi cinta terluhur ketika diungkapkan atau diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Sapardi Djoko Damono pernah menulis: “Aku ingin mencintaimu, sederhana saja, seperti kayu memberi diri pada api, lalu dibakar menjadi abuh; seperti awan meberi diri pada hujan, lalu menjadi tak ada”.

Yesus, lewat kisah seorang janda miskin yang mempersembahkan seluruh nafkah hidupnya di Bait Allah, ingin mengajar para penginkut-Nya, semua jemaat Kristen, tentang hal pemberian diri ini.

Suatu hari di Bait Suci Yerusalem, setelah mengajar dan berdiskusi dengan imam-imam kepala, ahli-ahli taurat, tua-tua dan khalayak umat Yahudi tentang asal kuasa-Nya, peran para pemimpin agama sebagai penggarap kebun anggur Tuhan, hal membayar pajak kepada kaisar, perkara kebangkitan sesudah kematian, hukum utama, dan hubungan-Nya dengan Daud (Mrk. 11:27-12:37), Yesus duduk (beristirahat) di suatu sudut ruangan Bait Allah sambil memperhatikan semua umat yang masuk ke dalam tempat suci itu untuk berdoa dan memberikan persembahan.

“…Yesus duduk menghadap peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar. Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. Maka, dipanggil-Nyalah murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: sesungguhnya janda miskin ini meberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan ini”, (Mrk. 12:41-43).

Seorang janda miskin memberi derma lebih banyak daripada orang-orang kaya?
Kemiskinan seorang janda adalah kemelaratan. Suatu kondisi di mana sama sekali tak terpenuhi pelbagai kebutuhan hidup yang seharusnya ada. Atau, kalaupun ada suatu, itu semata-mata untuk bertahan hidup selama sehari atau hanya untuk beberapa jam. Sang penginjil Markus mengisahkan bahwa janda yang dilihat Yesus di Bait Allah itu mempunyai uang sebanyak dua peser atau satu duit.

Peser adalah mata uang Yahudi yang mempunyai nilai terkecil, yakni sebesar setengah duit. Dan dua peser atau satu duit yang dimiliki janda itu menurut Matius 10:29 adalah harga dari dua ekor burung pipit. Mungkin janda itu baru saja mendapat kemurahan dari seseorang yang bersedia mempekerjakannya di ladangnya atau di rumahnya, lalu membayarnya dengan uang sebesar itu. Namun menariknya, uang hasil perolehan janda miskin itu tak disimpannya sebagai persediaan untuk membeli makanan untuk dirinya pada hari-hari selanjutnya, terutama kalau tak ada lagi orang yang mau mempekerjakannya dan membayarnya. Ia mempersembahkannya di Bait Allah tanpa cemas akan apa yang akan dimakannya nanti. Ia mendermakan semua uang miliknya, yang adalah nafkah hidupnya untuk hari berikutnya.

Di sini, uang dua peser yang didermakan janda miskin itu sebenarnya sebesar hidupnya sendiri. Sebab, dengan mendermakannya, ia pasti tak punya apa-apa lagi untuk menafkahi hidupnya. Ia telah mengorbankan dirinya. Karena alasan ini, Yesus lalu mengatakan kepada murid-murid-Nya bahwa janda miskin itu memberi lebih dari semua orang kaya.

Membaca dan merenungkan kisah persembahan janda miskin itu, kita tentu saja bertanya-tanya dalam hati, bagaimana mungkin janda miskin itu bisa melakukan tindakan senekat itu; memberi tanpa memperhitungkan dirinya sendiri?
Hakikat manusia sebagai makhluk sosial, yang akan selalu hidup berdampingan dengan orang lain untuk saling melengkapi dan memenuhi kebutuhan masing-masing, memungkinkan manusia untuk saling memberi. Karena itu, berbicara tentang hal memberi tentu saja lumrah. Namun soal memberi tanpa memperhitungkan kebutuhan diri sendiri, atau bahkan memberi diri adalah bukan perkara biasa. Ini soal iman.

Beriman berarti menaru seluruh kenyamanan diri pada Tuhan. Dan iman dalam pemahaman seperti ini telah sungguh dihayati dan diwujudnyatakan seorang janda miskin, sebagaimana cerita Injil Markus. Dalam kemelaratannya, ia sungguh percaya kepada Tuhan, bahwa dalam Tuhan ia akan tetap hidup meskipun banyak persoalan melilitinya. Ia mempunyai keyakinan bahwa memberi kepada Tuhan adalah investasi untuk hari esok. Karena itu, ia telah mempersembahkan seluruh nafkah hidupnya kepada Tuhan tanpa cemas dan tanpa menyisakan sedikitpun untuk dirinya.

Realitas dunia dewasa ini memperlihatkan secara sangat jelas, bahwa semakin maju peradaban, manusia semakin tidak mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Penemuan-penemuan dalam bidang teknologi dan pelbagai bidang keilmuan membuat manusia merasa sangat yakin, bahwa seluruh persoalan hidupnya dapat teratasi dengan hasil penemuannya itu. Manusia mulai menaru keyakinan kepada hasil karyanya, sibuk bekerja dan berbisnis sampai mengabaikan dan meninggalkan Tuhan.

Lantas, manusia modern menjadi orang-orang milik waktu dan mesin. Bahkan, pikiran mereka pun tak bisa menjadi milik mereka. Sepanjang saat, ia berputar-putar bersama mesin yang terus mencetak atau mengebor. Atau kadang ia berjalan jauh, pergi bersama distribusi produk menuju tangan pelanggan; dan kadang juga ia berputar-putar tanpa arah, mencari-cari cara untuk memperlancar aliran dana yang kandas, entah karena sengaja ditilep rekan kerja atau kandas di tangan peminjam, yang masih enggan membayar meski sudah rutin ditagih tiga kali seminggu. Aneka kesibukan ini lalu membuat manusia jadi terasing dari diri sendiri dan keluarganya. Ekspresi dirinya menjadi tak sedap dipandang karena terkesan badan dan pikirannya berjalan berlawanan arah. Kalau tiba di rumah, kelihatan tanpa gairah, kalau disapa hanya senyum-senyum kecil atau menjawab seadanya. Dan kalau makan bersama keluarga, sekali senduk nasi diayun, beberapa kata kesal dan kecewa karena ulah rekan-rekan di tempat kerja terucap.

Pada taraf ini, manusia sedang “menjanda”, menjadi seseorang yang tak punya apa-apa dan siapa pun. Ia bahkan kehilangan Tuhan dan dirinya sendiri. Selain itu, hal pemberian diri sebagaimana diikrarkan dalam janji perkawinan menjadi awamakna. Alih-alih mencari dan mengumpulkan kekayaan untuk orang-orang tercinta, ia sampai lupa memberi apa yang paling berharga dan paling berarti bagi orang-orang kecintaanya, yaitu dirinya, perhatian dan cintanya.

Sering terjadi bahwa karena orang tua terlalu sibuk, anak-anak hanya ditemani boneka mainannya di rumah, televisi, video game, atau mungkin seorang pengasuh yang hanya bisa menggendong dan memberi makan si anak. Selain itu, hal-hal penting untuk pertumbuhan anak secara wajar tak pernah diperhatikannya, entah karena keterbatasannya atau karena memang bukan anaknya.

Sebenarnya orang-orang di sekitar kita, keluarga kita adalah “Tuhan” kita, mereka yang seharusnya kita beri seluruh diri kita, bukan sekadar menghibur mereka dengan gaji yang tinggi, jabatan yang penting, dan hal-hal lain yang sifatnya hanya sementara. Sebab Jika hanya hal-hal ini yang kita berikan kepada orang-orang kecintaan kita, kita tak lebih dari kaum Farisi yang hanya memberi dari sisa harta mereka yang tak terpakai kepada Tuhan, bukan iman, bukan cinta yang sesungguhnya. Karena itu, Yesus mengajak kita untuk meneladani seorang janda miskin. Walau pemberiannya di mata dunia tidaklah berarti, namun pemberiannya adalah yang paling benar dan paling didambakan, yakni cinta dan perhatian.

Jangalah takut memberi cinta dan perhatian, karena manusia tak pernah miskin atau kehabisan cinta.

Rabu, 21 Oktober 2009

HASIL PEMANTAUAN LAPANGAN KEGIATAN EKSPLORASI TAMBANG DI BATU GOSOK, LABUAN BAJO

HASIL PEMANTAUAN LAPANGAN
KEGIATAN EKSPLORASI TAMBANG DI BATU GOSOK, LABUAN BAJO
KECAMATAN KOMODO, KABUPATEN MANGGARAI BARAT
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Tanggal 10 – 11 juli 2009



I. Dasar

a. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
b. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
c. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
d. Surat Deputi Menteri Negara lingkungan Hidup Bidang Tata Lingkungan No. B.4907/Dep.I-1/LH/06/2009 kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Nusa Tenggara Timur, tanggal 30 Juni 2009, perihal Pembinaan dan Pengawasan Kegiatan Penambangan.
e. Surat Kepala Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup No. B.148/PPLH-2/KLH/07/2009 kepada Bupati Manggarai Barat, tanggal 6 Juli 2009, perihal Rencana Kunjungan Lapangan Terkait Kegiatan Eksplorasi Tambang.
f. Surat Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur No. BLHD.660.1/70/I/VII/2009 kepada Bupati Manggarai Barat, tanggal 7 Juli 2009, perihal Kegiatan Penambangan Emas Kawasan Batu Gosok di Kabupaten Manggarai Barat.
g. Pemberitaan di Harian Kompas tanggal 30 Juni – 4 Juli 2009 tentang Ancaman Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Pertambangan Emas di Kawasan Batu Gosok, Manggarai Barat.


II. Telaah Kebijakan

a. Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 3 mewajibkan setiap orang untuk memelihara fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup, dan pasal 19 mewajibkan pejabat pemberi ijin untuk memperhatikan (a) rencana tata ruang, (b) pendapat masyarakat, dan (c) pertimbangan dan rekomendasi pejabat berwenang yang berkaitan dengan usaha dan/atau kegiatan.
b. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 61 mewajibkan setiap orang untuk menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
c. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup pada pasal 3 ayat 4 mewajibkan bagi rencana usaha dan/atau kegiatan diluar kegiatan dan/atau usaha yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, untuk melaksanakan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.
d. Peraturan Daerah No. 30 tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Manggarai Barat tidak mengacu pada Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
e. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2005-2025 menegaskan bahwa dalam upaya mencapai sasaran-sasaran pembangunan akan mempertimbangkan norma agama dan adat, etika, kearifan lokal, kelestarian fungsi lingkungan dan keberlanjutan pembangunan, maka dengan demikian kegiatan pertambangan di Kabupaten Manggarai Barat, khususnya Batu Gosok, akan menyimpang dari RPJPD yang telah disepakati.
f. Keputusan Bupati Manggarai Barat No. DPELH.540/273/VII/2008 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bahan Galian Emas dan Mineral Pengikut kepada PT. Grand Nusantara di Batu Gosok Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat tidak memperhatikan ketentuan Peraturan Daerah No. 30 tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Manggarai Barat dan Peraturan Daerah No. 27 tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Umum.

III. Telaah Lapangan

a. Lokasi wilayah eksplorasi tambang emas di Batu Gosok merupakan wilayah Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, dan berjarak 12 km dari Kota Labuan Bajo dan sekitar 18 km dari kawasan Taman Nasional Komodo.
b. Lokasi eksplorasi tambang emas Batu Gosok merupakan daerah perbukitan yang berada pada ketinggian 199-211 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng ≥ 40o (70 – 80 o).
c. Terdapat akses jalan lama menuju lokasi eksplorasi, tetapi juga ditemukan adanya pengikisan tebing sisi jalan untuk memperlebar akses menuju lokasi.
d. Sarana pariwisata, yaitu Hotel Emerald yang terletak di pinggiran pantai, hanya berjarak sekitar 500 m dari lokasi eksplorasi tambang.
e. Terdapat usaha perikanan (karamba apung, bagan ikan dan usaha pembenihan ikan) di kawasan pesisir Batu Gosok yang dekat eksplorasi tambang (kurang dari 5 km).
f. Kawasan Batu Gosok merupakan daerah pesisir yang memiliki ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang.
g. Kawasan Batu Gosok memiliki flora dan fauna alam liar seperti monyet dan rusa timor.
h. Berdasarkan informasi masyarakat (pelaku usaha pariwisata), pada musim timur arus laut bergerak dari utara/timur laut menuju kawasan Taman Nasional Komodo yang lokasinya di barat daya lokasi eksplorasi tambang.

IV. Aktivitas Eksplorasi

a. Pengeboran eksplorasi telah mencapai 4 titik: 2 titik telah ditutup dan mengalami uji laboratorium dan 2 titik lainnya merupakan pengeboran baru.
b. Pembuatan parit uji berjumlah 8 parit dengan kedalaman 1-1,5 m dengan panjang antara 30 sampai dengan 50 m dan lebar 1 m.
c. Pembukaan akses jalan telah merubah bentangan lahan sepanjang sekitar 5 km ke arah lokasi pengeboran.
d. Luas pondasi pengeboran 3x3 m dengan kedalaman pengeboran 200 s/d 250 m yang berdiameter 2 (dua) dim.
e. Pembukaan akses jalan, pembuatan parit uji dan akitivitas lalulintas truk ke lokasi pengeboran telah menyebabkan timbulan material lepas (debu dan tanah) dalam jumlah yang besar, sehinga berpotensi besar menimbulkan sedimentasi dan kekeruhan di perairan pesisir bilamana terjadinya hujan.
f. Kegiatan eksplorasi tambang Batu Gosok memperkerjakan 6 orang tenaga asing dan 40 orang tenaga lokal.

V. Isu Sosial

Berdasarkan hasil pertemuan dengan kelompok masyarakat yang dikoordinasikan oleh LSM GERAM (Konsorsium 48 organisasi masyarakat, termasuk pelaku pariwisata, tokoh masayarakat dan tokoh agama) bersama Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Bali dan Nusa Tenggara-KLH, Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Manggarai Barat pada 10 Juli 2009 terdapat 3 isu penting :
a. Sengketa tanah antara masyarakat dan pemerintah daerah. Tanah ulayat yang telah dibagikan kepeda masyarakat untuk menjadi hak milik telah diakui sebagai tanah milik negara oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat, sehingga pemerintah daerah merasa tidak perlu untuk melakukan sosialisasi dan persetujuan masyarakat.
b. Keresahan para pelaku industri pariwisata (hotel, biro perjalanan, pelaku wisata bahari dan lain-lain) akan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan di Batu Gosok.
c. Tanggapan kelompok masyarakat tersebut di atas sepakat menolak keberadaan kegiatan tambang di Batu Gosok dengan alasan:
1. Terjadinya sengketa tanah.
2. Mengancam keberlanjutan industri pariwisata.
3. Berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup.
Serta pertemuan bersama beberapa tokoh agama (pastor) perwakilan dari Fransiscans Office for Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC-OFM) pada 11 uli 2009 mengharapkan pemerintah untuk mencabut ijin eksplorasi tambang emas di Batu Gosok dan tempat lainnya di Kabupaten Manggarai Barat.

VI. Kesimpulan

Berdasarkan telaah peraturan perundang-undangan, informasi dari masyarakat dan hasil kunjungan lapangan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

a. Kegiatan eksplorasi tambang di Batu Gosok tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang wilayah yang diatur di dalam Peraturan Daerah No. 30 tahun 2005 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Manggarai Barat, yaitu untuk pariwisata komersial.
b. Pemberian ijin kuasa tambang oleh Bupati Manggarai Barat melalui Keputusan Bupati Manggarai Barat No. DPELH.540/273/VII/2008 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi Bahan Galian Emas dan Mineral Pengikut kepada PT. Grand Nusantara di Batu Gosok Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat, tidak didukung dengan dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL).
c. Prosedur pemberian ijin kuasa pertambangan eksplorasi tidak sesuai yang diatur dalam Peraturan daerah Kabupaten Manggarai Barat No. 27 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Umum.
d. Lokasi eksplorasi tambang terletak di atas kawasan bukit dengan kemiringan lebih dari 40o yang seharusnya menjadi kawasan konservasi.
e. Wilayah ijin lokasi eksplorasi tambang Batu Gosok merupakan kawasan pesisir yang dikelilingi oleh ekosistem pesisir yang sangat penting dan rentan yang harus dilindungi (terumbu karang, padang lamun dan mangrove).
f. Dampak lingkungan dan sosial akibat aktivitas eksplorasi tambang di Batu Gosok belum dikelola sesuai ketentuan yang berlaku.
g. Terjadinya konflik pemanfaatan ruang antara kegiatan eksplorasi tambang dengan aktivitas pariwisata dan usaha perikanan/nelayan di dalam kawasan.

FP, APAKABAR KABUPATEN MIMPIMU…????



Sebentar lagi Kabupaten Mimpi Manggarai Barat berada pada penghujung satu periode pemerintahan yang menyebut diri sebagai Kabupaten defenitif. Sebuah perjalanan yang sangat pendek penuh kenangan,baik yang terdokumentasi maupun yang terabaikan telah kita lewati. Kita sepakat menyebut rezim pemerintahan Fidel Piton (FP)yang berlalu sebagai rezim “Kacau Balo” dan rezim yang akan datang kita sebut rezim “Pengharapan”
Lalu masa yang sekarang ini mau disebut apa?? Sebuah pertanyaan yang menggelitikan. Rasanya kita belum sepakat untuk menamakanya sebagai masa kini. Sungguh disayangkan memang. Pada hal kekinian seharusnya bisa berhenti sebagai pertanyaan kalau kita tidak bagian dari Kacau Balo pimpinan Fidel Piton yang terkenal kacau balonya. Rakyat Kabupaten Mimpi seharusnya tidak boleh terlalu lama tenggelam dalam pertanyaan tanpa jawaban seperti ini bila Kabupaten mimpi tercinta tidak kacau balo seperti ini.
Selama ini kita hampir kehilangan jawaban besar dan strategis, apa sebab?? Selama ini kita hanya penikmat dari kacau balo yang ada, Begitu muda pangkat dan jabatan disulap, begitu mudahnya anggota keluarga tim suksesnya menjadi pegawai, begitu mudahnya bagi-bagi proyek ,begitu mudahnya ganti rugi pembebasan tanah di trangko yang sekarang mau konflik horisontal, begitu cepatnya bangun fasilitas perkantoran yang megah yang berkwalitas rendah dan masyarakatnya masih tidur di gubuk derita, begitu mudahnya bangun sarana jalan beraspal yang hanya bisa dinikmati dalam 6 bulan, begitu mudahnya pelaksanaan proyek Ubi Aldira, begitu mudanya gonta-ganti mobil dinas yang mewah, begitu mudahnya perjalanan dinas Fidel Piton keluar daerah, begitu mudahnya para pejabat membeli tanah dan membangun rumah-rumah mewah, begitu begonya jatah CPNSD yang tujuanya menaggualangi angka pengangguran intelektual dalam daerah sendiri, faktanya justru dari luar daerah jadi prioritas.
Raja Fidel Piton Cs ke Cina dibiaya oleh perusahaan lalu gendong pulang kampung investor tambang. Hancurkan Hutan,porak porandakan kerak tanah, hancurkan alam pariwisata, hancurkan hak adat, hancurkan peraturan perundang-undangan yang sudah dibuat, hancurkan rasa persaudaraan rakyat di kabupaten mimpi. Dimana-mana Fidel Piton deklarasikan diri sebagai raja yang berbudaya “bantang cama reje leleng” hebat! perbuatanya justru melecehkan adat. Ijin KP (kuasa Pertambangan) dibuat atas dasar perundingan antara investor dan tim suksesnya, di jakarta Fidel Piton melaporkan bahwa sudah mendapat persetujuan rakyat, lalu tidak dalam kawasan hutan lindung. Fidel Piton mulutmu tipu sekaliiii!! Penolakan masyarakat dianggap dari mereka yang bukan dari disiplin ilmu pertambangan. Oleeee tidak sadar fidel piton ternyata dikau mantan guru honor disebuah sekolah di Kabupaten Manggarai Barat, bukan sekolah tambang tapi jubir (juru bicara perusahan tambang). Asa manga saham pribadi one prusahan itu eee……………………..
Dari waktu kewaktu rakyat dibuat tengkar, melawan penolakan dengan preman dan menjaga kebijakan kacau balo Fidel Piton, sedih dan menakutkan! Masa kini yang seharusnya menjadi landasan masa depan Kabupaten Mimpi, harus kehilangan relevansinya. Kita malah sedang menjalani sebuah pembinasaan sesama saudara dalam sebuah ketakutan yang mengerikan. Akankah ini berakhir??
Para Pendahulu serta Deklarator Kabupaten Mimpi telah menyerahkan Kabupaten tercinta ini untuk kita kelolah dengan mengedepankan sebuah harapan meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan modal kearifan local yang ada, tanpa menghancurkan kearifan itu oleh otak kacau balo seperti yang terjadi saat ini. Hebattttttttttttttt Fidel Piton… tegah kau yaa!
Kabupaten yang terbentuk oleh cita-cita; darah, penjarah, air mata serta harta yang tidak sedikit, Kabupaten yang terbangun diatas sebuah cita-cita dan kesadara atas nilai-nilai kemanusiaan yang universal ternodah ulah otak wedollllllll Fidel Piton.

Ingat !!!setiap kali kita bersepakat dengan kelompok orang yang haus akan harta dan Kekuasaan, kita justru diibaratkan menunggang macan. Kekuasaan kemudian selalu di pagari degan sebuah keangkeran. Bila terjadi pergantian kekuasaan selalu menjadi yang sangat mahal, dari segi ekonomi maupun biaya social lainya. Orang-orang yang berkuasa akhirnya dengan mudah berubah menjadi “dermawan dadakan” mendadak datangi rakyat bagi-bagi uang sogokan hasil dari kacau balooooo. Uenak toooooo? Orang-Orang yang berkuasa akhirnya dengan mudah berubah dari kelompok penerima mandat kedaulatan menjadi komplotan kacau balooooo; bisu,tuli dan buta yang sarat dengan konspirasi mempertahankan enaknya kekuasaan Ooeeee kacau baloooo. Bodokkk betul kau e. Hentikan keangkeran Fidel Piton sekarang juga!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Selasa, 20 Oktober 2009

Masalah Tambang Di Manggarai Barat


Sejak tahun 2003, Kabupaten Manggarai Barat secara resmi menjadi sebuah kabupaten otonom, hasil pemekaran dari Kabupaten Manggarai. Kabupaten Manggarai Barat yang beribu kota Labuan Bajo terletak di pulau Flores bagian barat, Propinsi NTT. Kabupaten yang berbatasan dengan Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ini memiliki nama yang cukup familiar bagi wisatawan mancanegara dan domestik lantaran di daerah ini terdapat species binatang langka Komodo (Varanus Komodoensis), satu-satunya hewan purba yang masih tersisa di planet bumi ini. Komodo kini sedang diperjuangkan oleh masyarakat dunia agar menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia.
Setiap hari, daerah ini banyak dikunjungi para wisatawan baik dalam negeri maupun luar negeri. Itu berarti, devisa bagi daerah dan mendorong peningkatan perekonomian rakyat. Selain memiliki kekayaan pariwisata, Kabupaten Manggarai Barat juga terkenal sebagai gudang beras NTT khususnya terdapat di dataran persawahan Lembor, Kuwus, Macang Pacar, Komodo, Sanonggoang dan Boleng. Daerah ini juga memiliki sumber daya kelautan dan perikanan yang sangat kaya dengan keindahan alam bawa lautnya. Ia juga memiliki kawasan hutan lindung yang masih cukup terjaga hingga hari ini. Selain itu berbagai jenis pertambangan seperti emas, mangan, uranium dan lain-lain juga terdapat di wilayah ini, meskipun belum digarap untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Kekayaan sumber daya alam memang patut dikelola demi peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Namun demikian, pengelolaannya hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek terutama dampak buruk dari pembangunan. Usaha dibidang pertambangan misalnya, memiliki daya rusak yang luar biasa besar baik terhadap lingkungan alam maupun keberlangsungan hidup manusia. Selain memperhatikan asas manfaat dan dampak-dampak yang ditimbulkan juga yang berkaitan dengan prosedur pelaksanaan pembangunan. Semua langkah ini perlu dilakukan demi menghindari dampak buruk yang ditimbulkan oleh usaha pertambangan.
Dalam hal investasi dibidang pertambangan di Manggarai Barat, menunjukkan bahwa pemerintah secara pragmatis dan instan mendorong diadakan pertambangan tanpa melakukan kajian ekologi, ekonomi, sosial, politik dan budaya. Pemerintah cederung melihat sektor pertambangan sebagai sektor utama yang akan mendatangkan devisa bagi daerah dan melupakan sektor pariwisata, pertanian, perikanan, kelautan, peternakan dan sektor-sektor unggulan lainnya yang selama ini justru menjadi basis dan sumber utama penghidupan rakyat. Ironisnya lagi, di lokasi pertambangan justru merupakan kawasan pengembangan pariwisata atau pertanian. Sebut saja Batu Gosok dan Tebedo. Di Batu Gosok misalnya, kawasan tersebut merupakan kawasan pengembangan pariwisata alam dan bahari serta pemukiman penduduk. Selain itu, kawasan tersebut juga berdekatan dengan kawasan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu daerah tujuan wisata internasional yang menjadi kebanggaan daerah Manggarai Barat, Indonesia bahkan dunia.
Dari fakta tergambar bahwa investasi pertambangan di Kabupaten Manggarai Barat lebih banyak mendatangkan masalah ketimbang manfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Hasil kajian ditemukan beberapa fakta sebagai berikut:
1) Lokasi tambang berada di dalam area tanah hak milik masyarakat seperti tanah milik Hotel Puri Komodo, PT. Keramba yang bergerak dibidang budidaya ikan dan ratusan warga masyarakat lainnya. Tanah-tanah tersebut sebagian telah dipasangi pilar oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat. Di samping itu, pemerintah dan pihak perusahaan belum bermusyawarah dan bersepakat dengan masyarakat pemilik tanah sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Lokasi tambang berada dikawasan wisata pantai dan berdekatan dengan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi dan warisan dunia. Di sekitar lokasi itu terdapat pula perhotelan dan wisata pantai/bahari serta tempat tinggal para nelayan tradisional yang menggantungkan hidupnya pada kemurahan alam.
3) Pihak perusahaan atas ijin pemerintah secara sepihak melakukan kegiatan penambangan tanpa mensosialisasikan terlebih dulu kepada masyarakat terutama para pemilik tanah.
4) Aktivitas pertambangan di lokasi Batu Gosok saat ini mulai menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat terutama para wisatawan mancanegara. Polusi udara akibat intensitas keluar-masuk kendaraan perusahaan. Kondisi ini telah mengganggu kenyamanan para wisatawan yang menginap di sejumlah hotel dan restouran serta cukup mengganggu kehidupan anak-anak cacat di panti asuhan Binongko Labuan Bajo.
5) Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Manggarai Barat No. 30 Tahun 2005 Pasal 13 butir C dan Pasal 14 butir 2 point a,serta penjabaran Perda No. 30 dalam Penyusunan Rencana Teknik Tata Ruang Kota Labuan Bajo, Bagian Wilayah Kota (BWK) Bab II, 2.1.2.2. Bagian I (kawasan wisata) secara spesifik disebutkan bahwa Batu Gosok merupakan kawasan pengembangan pariwisata, sarana penunjang pariwisata dan perumahan rakyat. Selain Perda No. 30 tahun 2005, Perda Propinsi No. 09 tahun 2009 juga telah menetapkan Labuan Bajo sebagai salah satu kota pariwisata nasional.
6) Pemerintah menjelaskan bahwa ijin Kuasa Pertambangan (KP) eksplorasi telah dikeluarkan oleh Bupati Manggarai Barat masing-masing pada tanggal 7 Juli dan 9 Juli 2008. Ijin diberikan pada tiga titik lokasi tambang di Manggarai Barat. Atas ijin tersebut, perusahaan mulai melakukan kegiatan penambangan di Batu Gosok meskipun mendapat protes keras dari masyarakat luas.
7) Di lokasi Tebedo terdapat manipulasi dukungan masyarakat terhadap kehadiran tambang di wilayah itu. Berdasarkan pengakuan sejumlah warga/ pemilik lahan bahwa sebagian besar warga belum pernah diajak bermusyawarah atau menandatangani surat pernyataan pelepasan hak atas tanah untuk dijadikan area pertambangan. Dari 29 warga yang menandatangani pernyataan, satu orang mengaku tidak pernah menandatangani surat pernyataan walaupun namanya tercantum dalam surat pernyataan tersebut sementara sekitar 47 warga pemilik lahan lainnya tidak pernah bersepakat dan menandatangani surat pernyataan. Selain itu, diduga telah terjadi pembohongan publik yang dilakukan pemerintah Manggarai Barat. Bupati Pranda dalam acara dengar pendapat dengan anggota DPRD (23/6) mengaku pemerintah belum memberikan ganti rugi kepada warga karena pertambangan belum merusak atau belum ada yang dirugikan. Pernyataan Bupati tersebut bertentangan dengan isi surat pernyataan yang ditandatangani oleh warga Tebedo yang salah satu point menyatakan bahwa warga Tebedo telah menerima kompensasi sebesar Rp. 22.000.000. Dan menyatakan bahwa warga tidak akan menuntut kompensasi lainnya berupa apapun di kemudian hari.


Berdasarkan fakta-fakta tersebut dan bila usaha pertambangan diteruskan maka:
1. Pemerintah dan perusahaan melakukan melanggar terhadap Hak-hak Asasi Manusia (HAM) masyarakat sipil berupa pelanggaran terhadap hak sosial, ekonomi dan budaya (Ekosob).
2. Pemerintah dan perusahaan melanggar Undang-undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara khususnya Pasal 135 yang berbunyi: “Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah” dan Pasal 136 ayat 1 yang berbunyi: ”Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
3. Pemerintah melanggar Peraturan daerah (Perda) No. 30 Tahun 2005 dan Tata Ruang Wilayah. Pelanggaran secara spesifik terhadap beberapa pasal yakni: Pasal 13 huruf C point 1: ”Strategi pengelolaan kawasan pertambangan dilakukan dengan: Eksploitasi tambang diarahkan pada lokasi yang layak untuk dieksploitasi (kuantitas dan kualitas) dan point 5 berbunyi : “Perlu diperhatikan kelestarian lingkungan dengan didahului studi AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Pasal 23 ayat a berbunyi:”Obyek wisata komersil meliputi diantaranya: Pulau Komodo, Rinca, Padar, Pantai Pede, Pantai Wae Cicu, Gua Batu Cermin, Batu Gosok, Pulau Pungu, Pulau Kanawa, Pulau Seraya Kecil, Gorontalo, Pulau Kalong”.Dan melanggar Peraturan daerah (Perda) Propinsi NTT No. 09 Tahun 2005.
4. Pemerintah melanggar ketentuan Undang-undang No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa setiap rencana usaha dan atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan wajib memiliki analisa mengenai dampak lingkungan hidup.
5. Pemerintah melanggar mekanisme umum dalam proses penerbitan perijinan usaha pertambangan. Pelanggaran mekanisme itu dapat dilihat dari kronologi perijinan yang dikeluarkan pemerintah. Ijin usaha pertambangan untuk wilayah Tebedo misalnya, dikeluarkan oleh Bupati Mabar pada tanggal 9 Juli 2009, sementara kesepakatan dengan masyarakat atau pemilik tanah baru dilakukan pada tanggal 23 Desember 2009 (Ijin mendahului kesepakatan). Sosialisasi baru diadakan pada tanggal 10 Pebruari 2009 (Lebih tepat disebut pemaksaan kehendak bukan sosialisasi). Sedangkan untuk lokasi tambang Batu Gosok, pemerintah belum samasekali bermusyawarah dan bersepakat dengan masyarakat pemilik lahan. Dari kronologi ini saja dapat disimpulkan bahwa pemerintah tidak transparan dalam proses usaha pertambangan di daerah ini.
6. Aktivias pertambangan kawasan Batu Gosok berpotensi mengancam kelestarian lingkungan khususnya pariwisata pantai dan bahari serta mengancam keberadaan masyarakat pesisir terutama para nelayan tradisional di pulau Seraya Kecil yang sehari-hari menggantungkan hidupnya pada kemurahan alam. Limbah/tailing tambang berpotensi meracuni perairan laut dan mematikan ikan-ikan yang berujung pada terancamnya kawasan konservasi Taman Nasional Komodo. Intensitas kegiatan pertambangan dengan hilir mudik kendaraan akan menimbulkan polusi (udara, air, tanah) dan menjadi sumber berbagai penyakit bagi masyarakat sekitar termasuk warga kota Labuan Bajo.
7. Kerusakan lingkungan alam akan mengancam dunia kepariwisataan Manggarai Barat yang mengandalkan wisata alam dan bahari serta satwa Komodo sebagai ikon pariwisata Mabar.
8. Lokasi tambang Tebedo akan mendatangkan masalah besar bagi lingkungan alam dan masyarakat petani yang berdomisili di sekitar lokasi tambang terutama warga yang bermukim di sepanjang aliran sungai Wae Mese serta mengancam aktivitas para petani sawah dan ladang di wilayah itu. Selain itu, konflik sosial baik horizontal maupun vertikal sedang dan akan terjadi. Kondisi ini tentu mengganggu interaksi kehidupan bersama dan berpotensi mengganggu stabilitas pembangunan di daerah ini.

REKOMENDASI:
1. Pemerintah sebaiknya mencabut semua ijin Kuasa Pertambangan (KP) yang telah dikeluarkan karena pemberian semua ijin pertambangan di wilayah ini menyalahi aturan dan melawan Hak-hak asasi manusia (HAM), hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta telah membawa dampak buruk bagi manusia dan lingkungan alam sekitarnya.
2. Pemerintah berkewajiban untuk menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) terutama hak asasi masyarakat lokal atas sumber daya alam (tanah, hutan, air dll).
3. Pemerintah hendaknya melakukan kajian secara komprehensif baik lingkungan, sosial, politik, ekonomi, hukum dan budaya sebelum memberikan ijin Kuasa Pertambangan kepada investor pertambangan. Penelitian dan kajian penting dilakukan agar menjamin pembangunan sejalan dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menghargai prinsip-prinsip moral, hukum, kemanusiaan dan keutuhan lingkungan alam semesta.
4. Pemerintah hendaknya memprioritaskan pembangunan pada sektor-sektor unggulan yang mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi masyarakat dan yang mampu membuka lapangan kerja dan menyerap banyak tenaga kerja seperti bidang pariwisata, pertanian, perikanan dan kelautan, peternakan dan industri kecil.

KRONOLOGI AKSI TOLAK TAMBANG DI MANGGARAI BARAT
• Pada tanggal 14 Mei 2009, sejumlah elemen seperti JPIC SVD Ruteng, DIASPORA, Green Peace, SEKBER PMMB, HPI, ASITA dan beberapa warga melakukan survei ke lokasi Batu Gosok, setelah mendapat informasi adanya kegiatan tambang di lokasi tersebut. Dari hasil pengamatan di lapangan ditemukan adanya aktivitas pertambangan. Di lokasi itu telah dipasang dua buah tower pemboran, parit/got yang diduga sebagai saluran pembuangan limbah yang satu mengarah langsung ke laut dan yang lain menuju ke lokasi Hotel Batu Gosok. Dengan kedalaman parit sekitar 3-7 meter. Sejumlah fasilitas tambang berada di lokasi seperti pipa, mesin genset, alat bor, belasan peti kemas, kamp bagi karyawan dan beberapa fasilitas lainnya. Ditemukan pula sejumlah pilar pembatas tanah antara lain pilar milik PT Keramba dan Hotel Puri Komodo.
• Pada tanggal 15 Mei 2009, tim ini mengadakan diskusi untuk membahas masalah tambang di lokasi Batu Gosok tersebut. Tim bersepakat membentuk wadah perjuangan yang diberi nama Gerakan Masyarakat Anti Tambang (GERAM) sekaligus merancang aksi unjuk rasa ke sejumlah instansi.
• Tanggal 29 Mei 2009, aksi massa jilid I dilakukan melibatkan sekitar 500 orang dari berbagai elemen masyarakat. Aksi longmarch dimulai dari komunitas SMAK St. Ignasius Loyola menuju kantor bupati kemudian ke DPRD dan selanjutnya ke lokasi tambang Batu Gosok. Di kantor Bupati, perwakilan GERAM diterima Kadis Pertambangan Mabar Yohanes Jinus mewakili Bupati Pranda yang saat itu sedang berada di luar negeri (Jerman). Menurut Yohanes Jinus, tanah Batu Gosok adalah tanah negara atau tanah kosong/liar/tanpa tuan. Ia juga menginformasikan bahwa pemerintah telah bertemu dan bersepakat dengan pemilik hak ulayat yakni Haji Ramang Ishaka selaku ahli waris dalu Nggorang serta Haji Adam Djuje yang diserah mandat untuk membagi-bagi lahan tersebut. Sedangkan di DPRD, massa di terima Wakil Ketua, Yohanes Suherman dan beberapa anggota dewan. DPRD berjanji akan memanggil Buptai Pranda dalam rangka meminta pertanggung jawabannya. Massa kemudian menuju kawasan Batu Gosok. Namun, massa tidak berhasil bertemu dengan pihak perusahaan. Massa pun kembali ke Labuan Bajo dan membubarkan diri.
• Pada tanggal 13 Juni 2009, massa GERAM kembali melakukan aski damai. Kali ini melibatkan jumlah massa sekitar 1600 orang. Aksi dimulai dari lapangan sepak bola Kampung Ujung menuju Balai Taman Nasional Komodo (BTNK). Di kantor BTNK, massa tidak berhasil bertemu dengan pejabat maupun pegawai BTNK karena hari itu fakultatif. Massa kemudian ke Dinas Lingkungan Hidup. Kadis Lingkungan Hidup, Rafael Arhat, berjanji akan melakukan telaah kepada bupati karena pihaknya tidak berwenang mengambil keputusan. Massa kemudian ke kantor bupati. Namun massa memilih berorasi di depan kantor dan menolak berdialog dengan pemerintah selain karena bupati saat itu dikabarkan tidak berada di tempat. Belakangan bupati dikethui sedang mengikuti acara kenduri kematian seorang warga masyarakat di kecamatan Lembor. Di gedung DPRD, massa bertemu dan berdialog dengan Ketua DPRD, Mateus Hamsi dan sejumlah anggota. Menurut dewan, pihaknya tidak pernah tahu menahu adanya usaha tambang di Batu Gosok maupun di wilayah lain di Manggarai Barat termasuk tidak mengetahui adanya ijin usaha pertambangan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Dewan berjanji akan segera memanggil bupati Pranda.
• Pada tanggal 16 Juni bupati Pranda sedianya memenuhi panggilan DPRD namun hari itu bupati berhalangan hadir tanpa alasan yang jelas.
• Pada tanggal 22 Juni DPRD kembali memanggil bupati namun bupati lagi-lagi berhalangan memenuhi panggilan dewan dengan alasan yang tidak diketahui secara pasti. Namun, ia berjanji baru akan memenuhi panggilan dewan keesokan harinya yakni tanggal 23 Juni 2009.
• Tanggal 23 Juni 2009 acara dengar pendapat berlangsung di gedung DPRD Manggarai Barat. Perwakilan GERAM diundang untuk hadir walau tidak memiliki hak suara. Kali ini hadir pula sejumlah preman bayaran dan penjagaan yang ketat dilakukan aparat keamanan. Bupati Pranda menjelaskan bahwa pertambangan di Batu Gosok telah melalui prosedur yang benar dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia juga membantah isu yang mencap dirinya sebagai pemimpin yang otoriter dan tidak demokratis. Saat bupati sedang berbicara, beberapa anggota dewan dan sejumlah perwakilan GERAM melakukan aksi walk out sebagai aksi protes atas penjelasan bupati yang tidak menyentuh substansi persoalan atau tidak menjawabi pertanyaan anggota dewan serta terkesan cenderung membela diri dengan argumentasi-argumentasi yang irasional.
• Tanggal 26 Juni berkekuatan lebih dari 1000 orang GERAM kembali melakukan aksi demo. Dimulai dari lapangan sepak bola Waesambi menuju kantor bupati, DPRD dan lokasi tambang. Kali ini GERAM hanya berorasi di jalan dan di gedung DPRD. Selanjutnya ke lokasi tambang. Di lokasi tambang GERAM menduduki lokasi tambang sekitar 3 jam lamanya dan melakukan aksi pemagaran di salah satu titik lokasi tepatnya di atas tanah milik PT. Keramba di teluk Loh Mbongi. Sekita pkl. 17.00 Wita GERAM kembali ke Labuan Bajo dan membubarkan diri.
• Saat ini GERAM sedang mendiskusikan berbagai strategi perjuangan selanjutnya baik langkah litigasi maupun non litigasi termasuk langkah politis jika bupati Manggarai Barat belum mencabut kembali ijin usaha pertambangan yang telah dikeluarkan.


Kronologi Kekerasan Terkait Investasi Pertambangan Di Manggarai Barat
• Teror dan ancaman via SMS sering dialamatkan kepada beberapa anggota Gerakan Masyarakat Anti Tambang (GERAM) antara lain dialami P. Marsel Agot, SVD, Ferry Adu (koordinator aksi lapangan), Kornelius Rahalaka (Sekterais Geram), Teodorus Hamun (Ketua ASITA Mabar) dan sejumlah aktivis GERAM.
• Tanggal 26 Juni 2009 (aksi massa jilid III), Preman bayaran mengancam beberapa anggota GERAM.
• Tanggal 27 Juni 2009, sejumlah preman bayaran meneror Ketua ASITA, Teo Hamun di Hotel Paradise. Ancaman dan teror itu berhasil diatasi oleh anggota GERAM yang segera mendatangi lokasi kejadian.
• Tanggal 2 Juli 2009, sekitar pkl.09.30 malam wita, wartawan Kompas, Frans Sarong di teror via telepon ke Hotel Wisata oleh Bupati Mabar, Wilfridus Fidelis Pranda terkait dengan berita yang dilansir Kompas (2/7). Wartawan Kompas di suruh menghadap ke rumah jabatan bupati, namun ditolak.
• Tanggal 6 Juli 2009 pkl. 11.00 malam Wita, rumah kediaman sekretaris GERAM, Kornelius Rahalaka di jalan El Tari Labuan Bajo didatangi belasan preman bayaran. Beberapa nama yang diidentifikasi antara lain: Yohanes Mai (kepala desa Sema, Kec. Kuwus dan Konradus, seorang kontraktor asal Beokina, Manggarai). Kejadian itu telah dilaporkan ke aparat kepolisian Manggarai Barat.

Selasa, 13 Oktober 2009

Poti ‘Mayat’ Ikut Duduk Nonton Main Kartu

Ini terjadi di Manggarai, di daerah Ruteng yang berhawa dingin. Saya dengar cerita ini dari Krg Tos Djani. Ada mete ( tungguin mayat pria dewasa) . Seperti biasanya, orang bermain kartu sepanjang malam. Karena peserta untuk main kartu cukup banyak, sementara luas ruang tamu cukup sempit karena ditengah-tengahnya tempat pembaringan mayat, maka atas kesepakatan bersama para pemain kartu, maka mayat yang hanya diselimuti kain songke itu dipindahkan ke tikar di lutur itu, dibaringkan di sela-sela beberapa orang yang sudah tidur lelap di situ. Dengan demikian, ruang untuk bermain kartu menjadi cukup luas. Juga alasan, barangkali karena malam semakin larut, orang lebih cenderung fokus pada main kartu daripada ‘mayatnya’. Makin larut malam, makin juga datang para pemain kartunya, judi. Penerangan satu-satunya adalah lampu pelita dari kaleng susu bendera. Suhu malam amat dingin, ces agu menes ( hawa dingin dan terasa kedinginan).

Sebagaimana biasa, kain penutup mayat biasanya ‘towe songke terbaru’ yang jumlahnya minimal dua atau tiga, supaya mayat itu dapat di-klembuk (=nutup semuanya dari ujung kepala sampai ujung kaki ). Juga biasanya mayat sudah dipakaikan baju lengan panjang, celana panjang, lengkap dengan kaos kakinya.

Orang yg tidur berdampingan dengan mayat tidak tahu kalau mayat sudah dibaringkan berdampingan dengannya. Malam makin dingin, dia agak nempel badannya dengan yang sebelahnya ( mayat ). “Ole.. kau punya lipa tiga memang ta.., kasi saya pake satu e…” nyeletuknya. “Ole.. kau aman sekali e.. sudah lipanya dua, pake kaos kaki lagi, ae.. saya kasi keluar kau punya kaos kaki ta.., biar saya pake. Ole.. ilut toko de hau e.. kesa, toe keta huli cekoen”. Orang itu lalu memakai kaos kakinya. Tidurlah ia di samping rekannya itu, denan harapan bisa nyenyak. Tapi ternyata dia susah tidurnya, lalu dia bangun ( wengko towe songke sampai di kepala & dengan kaki berkaos ), lako hesot (=berpindah duduk dengan tanpa berdiri ) ke para pemain kartu yang lagi asyik judi, dan duduk jongkok di antara mereka, ingin nonton permainan kartu itu. Mukanya agak ditutupi dengan towe songke, sehingga tidak begitu jelas kelihatan. Yang amat jelas adalah kaos kaki putihnya dan kain songke barunya itu.

Menyadari ada poti yang lagi duduk di antara mereka, maka satu persatu para pemain kartu itu pergi. Kemana? Tidur. Tidur di mana ? di samping mayat yang sebenarnya. Biasanya kalau lagi asyik main kartu, fokus pandangan adalah ke arah kartu yang tergeletak di tikar saja, tidak ke arah wajah pemainnya. “ Wan kartu de hau ge ta !!!” begitu bentak salah seorang pemain yang masih tinggal, yang dimaksudkan ke teman yang duduk pakai kaos kaki putih itu (poti). “ Mana kartunya, toe maeng aku e.. kesa, saya hanya nonton saja”, dengan suara bas dia ( poti) menjawabnya. Mendengar itu, pemain tadi mengarahkan pandangannya ke arah kaos kakinya. Dia mulai memperhatikan, dalam hati dia berkata, “Ole.. kaos kaki hio ta.. itu ‘kan mayat punya!! Ole.. towe hio, itu kan mayat punya !!! Seketika itu dia berteriak, Oe.. Poti !! Poti!!! Poti !!! Semua orang bangun.

Jadinya kacau, karena mayat sebenarnya yang diletakkan diantara mereka tidak bangun, tetap tidur di lutur, sementara kaos kaki dan satu kain songkenya dipakai oleh orang yang masih hidup. Si orang yang hesot tadi juga heran, kenapa orang-orang ini takut saya? Lama kemudian, dialah yang orang terakhir yg berteriak takut dan nyaris pingsan, ketika telah menyadari kaos kaki dan towe songke yg dikenakannya itu dia ambil sendiri dari mayat. Ketakutan tahap kedua bagi mereka yang tadinya tidur, ketika mereka tahu bahwa mereka tadi tidur bersama mayat, bahkan sampai mereka kengko dengan paksa (=memban

Rabu, 07 Oktober 2009

JAEK KOMODO

Tiranos tidak biasa rokok, tapi pagi hari terakhir di Jakarta , seb at ang Start Mill terjepit diantara bibirnya. Ia duduk di teras kamar. Isap sembur, isap sembur. Sebagian kepulan asap masuk ke kamar. Rosa yang sedang baca koran pagi, pijit-pijit hidungnya. Ada rasa sengak. Ia intip ke teras, Tiranos sedang menikm at i kesendirian. Rosa ing at:”Lelaki yang merokok setelah berhubungan merupakan tanda ia melakukannya terlalu cep at ”. Pagi itu memang Tiranos melakukannya demikian. Mungkin ia lagi merasa kalah set. Dengan cerm at Rosa cari tau. “Tuan, s at u orgasme sehari dap at menganggurkan dokter sebulan”, pancing Rosa. Tiranos geleng-geleng kepada sambil lepaskan semburan terakhir. Rosa dap at afirmasi. “Mungkin Tuan lupa minum ob at ?”, tanya Rosa. Tiranos langsung pukul dahinya sendiri sebagai petunjuk kambuh lagi penyakit lupanya.
Pagi itu Tiranos memang lebih sibuk pikirkan pertemuan dengan Pak Laka , di Manggala. Laka itu penguasa temporer hutan. Ia s at u orang penting yang selalu dikontak Tiranos. “Sie-sie Rosa. Penyakit saya diob at i”. K at a Tiranos. Sudah itu ia bersiap berangk at . Laka sudah tunggu di lobi kantor. “Hai Tiranos!”, sambut Laka. “Selam at pagi Pak”, salam Tiranos. “Wah kamu tampak segar sekali!”, basa-basi Laka. “Ada ob at nya Pak”, canda Tiranos. Mereka menuju ruang VIP kantor Laka.
“Bagaimana taman nasional kita?” Laka membuka pembicaraan lebih serius. Tiranos b at uk-b at uk kecil , sebelum jawab: “Bagaimana kita ng at urnya aja pak?” Laka tersenyum lebar. Kedua lelaki itu kemudian bahas tentang daya tarik Komodo. M at a dunia sedang mengarah ke sudut timur Indonesia itu. Komodo buas dan liar jadi sebuah keajaiban. Tanda betapa ku at nya hasr at bertahan sebuah kehidupan. “Yah…kebuasan dan keliaran itu bukan su at u kemewahan tetapi su at u kebutuhan spirit manusia”, komentar Laka. Tiranos angguk-angguk. “Ada s at u lagi pak yang bikin makin menarik untuk sa at ini”, k at a Tiranos. “Apa itu?” reaksi Laka. “Jaeknya”, jawab Tiranos. “ Hemmm….. jaek”, Laka tidak negerti. “Ya pak. Jaek itu bilur-bilur yang terus meleleh keluar di mulutnya at au ilur dalam bahasa kami”, jelas Tiranos. “Mengapa mereka jaek terus?” , Laka semakin ingin tau. “Belum ada penelitian Pak. Tapi seorang filsuf alam dari Wae M at a k at akan jaek komodo itu merupakan kompensasi karena mereka tidak dap at melakukan masturbasi sebab tangan mereka pendek. Kalau manusia tangan pendek seperti mereka pun pasti tidak bisa masturbasi “, jelas Tiranos. Keduanya ngakak hingga retot dan Laka langsung minta ijin ke belakang sejenak untuk tuntaskan.
Laka balik dari toilet sambil pegang tisu. Masih ada tawa yang tersisa dan linangan air m at a di kedua pelupuk. “Kamu Tiranos ada-ada saja’. K at anya sembari duduk lagi. “Yang lebih penting Pak, kalo kita berhasil kumpulkan jaek itu. Ob at alami paling manjur”, jelas Tiranos. “Ob at apa lagi?”, tanya Laka. “Itu pak. Ob at ku at untuk itu….”, lanjut Tiranos. Laka cep at tangkap . Namun ia minta bukti. Tiranos sharing pengalaman pribadi. Ia sudah sering minum jaek Komodo sebelum berhubungan. Dan itu sudah mencapai tingk at ketagihan sehingga begitu pagi tadi lupa sekali saja, ia tak bisa imbangi Rosa . “Kalo begitu, bagaimana kita sebar luaskan kasi at jaek Komodo itu?”, usul Laka. Tiranos setuju saja asal hak p at en milik bersama. Muncullah ide penangkaran Komodo untuk memudahkan koleksi jaeknya. Laka berpikir keras. Tidak lama kemudian ia kontak Cito,di bagian wis at a. Entah apa yang dikemukakan Cito, Laka angguk-angguk sambil tersenyum melih at ke arah Tiranos.
Tiranos tercengang ketika Laka berk at a:”Jika Bapak lahir miskin , itu bukan kekeliruan. Tetapi jika Bapak m at i miskin, itu kekeliruanmu”. Dengan cep at ia bereaksi:”Saya ingin m at i kaya Pak”. Tiranos gengsi kalau disebut keliru dalam perspektif Laka. Laka merasa sudah masuk idenya. Ia langsung beri kejutan baru. “Pak Tiranos, mau pensiun di Bali?”, tanyanya. Tiranos sungguh terkejut. “Dari mana Laka ini tau kalau saya sudah punya rencana seperti itu. Saya sudah beli rumah di sana ”, k at a Tiranos dalam h at i dengan pandangan bengong. Lih at Tiranos bengong, Laka pikir Tiranos tidak suka dengan Bali . Ia lalu serahkan pilihan kepada Tiranos. “Bukan begitu Pak. Saya suka Bali ”, k at a Tiranos kemudian. “Semua akan saya at ur”, tegas Laka pada pertemuan lanjutan di sebuah restoran mewah..
Dalam kelegaan, Tiranos pulang ke Hotel agak sore. Begitu pintu kamar terbuka, ia langsung menghambur masuk dan membuang diri ke temp at tidur. Tiranos membenamkan wajahnya ke bantal. Rosa antara kaget dan heran. Ia am at i dari dek at dan kemudian dengan pelan meletakkan tangan di punggung Tiranos. “Tuan ada apa Tuan, ada apa?”, bisiknya. Tak ada jalaban. Rosa tidak ingin maksa. Hanya tangannya terus mengelus punggung Tiranos. Ada rasa takut yang muncul:”Jangan-jangan Tiranos sudah tau hubungan laos cekoen dengan Pakjen”. Namun ia usir jauh-jauh kecurigaan itu. Ketika tangan Rosa sudah menyentuh belahan pant at , Tiranos merasa geli. Ia agak menggelinyang. Rosa tersenyum. “Mari kita selesaikan di kamar mandi”, ajak Tiranos yang tiba-tiba bangun sambil menarik tangan Rosa .
Di bawah sower air hang at Tiranos berdiri dengan pejamkan m at a. Rosa tau yang dia mau. Ia ambil sabun cair, gosok di tangan dan kemudian m at ikan sower pelan-pelan. Lalu ia mengoles sabun cair ke tubuh Tiranos. Mulai dari leher hingga ke perut. Tiranos menahan erangan.”Uhhh……” Rosa kemudian membungkuk, setengah duduk. Ia teruskan olesannya, lew at kan daerah tengah dan langsung mulai dari jari kaki. Ketika sampai di betis, Rosa tengadah. Ia lih at aliran darah Tiranos sedang mengalir deras ke daerah tengah. Ia tunduk lagi lalu terus ke paha. Ampong……wajahnya begitu dek at dengan daerah sentral itu dan endusan nafasnya memberi sensasi lain. Tiranos melakukan gerakan seakan cari sumber endusan itu dengan m at a terpejam. “Di mana kamu Ros….Ros….”, Tiranos seperti menggiau. Dan….tidak ada suara. Mulut Rosa terasa penuh . Tiranos melengguh , lemas dan kemudian terduduk di bak kamar mandi. Selesailah sudah…
Lama diam, Rosa kemudian dengan lembut tanya:”Tuan suka?”. Tiranos bisu dalam rasa nikm at tak terkira. Rosa setia menunggu dia di tepi bak kamar mandi. Begitu Tiranos buka m at a, ia lih at senyum Rosa senja itu teram at manis. Ia pun bangun dan peluk serta gendong Rosa. “Terima kasih “, bisiknya. M at a Tiranos berbinar-binar ketika k at akan bahwa Rosa b at al berangk at pulang dari Cengkareng. Rosa pulang via Denpasar. “Saya akan pensiun di Bali. Saya, Laka dan Cito akan pegang hak p at en jaek 10 ekor komododi di sana”, cerita Tiranos. Itulah yang membu at nya sang at girang sa at pulang tadi, yang semp at bu at Rosa salah sangka. “Saya kan sudah punya rumah di sana. Dengan jaek komodo, saya pun bisa ambil s at u lagi untuk kamu”, tambah Tiranos. Luapan gembira Rosa tidak tertahankan. Ia menyapu bibir Tiranos dengan mulutnya. Tak ada lagi k at a-k at a , hanya jaekkkkk yang keluar meleleh dari mulut mereka. Sementara negeri Komodo makin kering dan merana.

Senin, 14 September 2009

Kapolres Mabar, APA YANG ENGKO TUNGGU




Ekplorasi tambang emas di Tebedo, Mabar, dihentikan sementara. Dalam warta Flores Pos Sabtu 22 Agustus 2009, Bupati Fidelis Pranda mengemukakannya dengan cara berikut. Eksplorasi dihentikan karena tidak ada koordinasi antar-instansi terkait. Langkah ini diambil setelah ada laporan dari dishut. Penghentian hanya 30 persen, pada areal yang masuk kawasan hutan.

Tampak, alasan Bupati Pranda tidak menohok ke inti masalah. Ia berputar-putar ke persoalan tidak adanya koordinasi. Seolah-olah itulah yang ditemukan dan dilaporkan dishut. Seolah-olah tatkala staf dishut ke lokasi, yang mereka temukan adalah hal yang abstrak itu: masalah koordinasi.

Aneh kalau staf dishut tidak menemukan lubang-lubang parit uji. Aneh kalau staf dishut tidak menemukan pohon bertumbangan. Sebagian kegiatan dan akibat ekplorasi itu menimpa kawasan hutan tutupan Nggorang Bowosie RTK 108. Aneh kalau hal-hal sekonkret ini diabstrakkan menjadi masalah koordinasi.

Kita berkeyakinan, laporan dishut tidak seperti itu. Ini hanya ‘laporan’ Bupati Pranda kepada pers. Dengan tidak menohok ke substansi, ia terkesan menggiring dan membatasi alasan penghentian eksplorasi hanya pada persoalan teknis prosedural: tidak adanya koordinasi.

Patut dapat diduga, ini taktik ‘penghindaran’ (avoidance). Perhitungannya: karena cuma masalah teknis antar-instansi maka penyelesaiannya pun cukup secara teknis kepemerintahan. Seakan-akan persoalan ini mau dilokalisasi menjadi persoalan intern kedinasan semata. Dengan demikian, tak ada tempat bagi intervensi hukum dan segala dampaknya.

Di republik sialan ini, cara basi ini tetap saja digunakan. Tindak pidana korupsi, misalnya, direduksi menjadi sekadar kesalahan prosedural. Ingat kasus Jamsostek? Kasus ini dihentikan penyidikannya karena, menurut kejaksaan, tidak terbukti merugikan negara. Sebab, dana Rp7,1 miliar yang dikeluarkan di masa Menaker Abdul Latief sebagai biaya membahas undang-undang ketenagakerjaan oleh DPR, sudah dikembalikan lagi ke kas Jamsostek.

Logika elementer hukum pidana diinjak habis. Sejumlah uang diambil, dipakai oleh seorang pejabat, dikembalikan, lalu tak ada soal lagi. Padahal, seharusnya, perbuatan pidana tidak hapus hanya karena akibat-akibatnya telah dipulihkan.

Kita khawatir, kasus ekplorasi tambang emas Tebedo mau dibikin seperti ini. Kita tidak rela. Karena itu, kita luruskan dulu logika Bupati Pranda. Eksplorasi tambang emas Tebedo dihentikan bukan karena tidak ada koordinasi antar-instansi terkait, tapi karena ekplorasi itu sudah memasuki hutan tutupan Nggorang Bowosie RTK 108.

Inti masalahnya adalah perambahan hutan. Ini sudah merupakan tindak pidana. Fakta hukumnya jelas, meski tidak ditonjolkan oleh Bupati Pranda. Ia mengatakan penghentian hanya 30 persen yakni pada areal yang masuk kawasan hutan. Kata ‘hanya’ di sini tidak menyusutkan fakta hukum. Biar cuma 1 persen, yang namanya rambah hutan ya tetaplah tindak pidana. Yang namanya tindak pidana ya haruslah diproses hukum.

Pada titik inilah langkah Geram melaporkan Bupati Pranda dan kuasa pertambangan PT Sejahtera Prima Nusa Mining sangat tepat. Geram melapor ke polres Rabu 19 Agustus. Anehnya, hingga Jumat 21 Agustus laporan itu belum diterima Kapolres Samsuri. Jujurkah kapolres?

Semoga ini juga bukan taktik ‘penghindaran’. Segera tindak lanjuti laporan Geram. Fakta hukumnya jelas. Semakin diperjelas oleh keputusan bupati menghentikan sementara ekplorasi. Tunggu apa lagi?

Jumat, 04 September 2009

Meneropong, Dosa-Dosa Pranda


Mache Pahun

Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dinilai telah melakukan sejumlah pelanggaran baik terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun terhadap hak-hak asasi manusia (HAM). Pelanggaran apa saja yang dilakukan pemerintah Manggarai Barat terkait dengan investasi pertambangan di wilayah ini? Berikut hasil kajian Forum Gerakan Masyarakat Anti Tambang (GERAM), suatu organisasi massa yang sejak bulan Mei lalu gencar melakukan berbagai aksi tolak industri pertambangan di wilayah Flores-Lembata.

Pertama, pemerintah Manggarai Barat dinilai telah mengangkangi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Beberapa pasal yang dilanggar pemerintah Mabar yakni: Pasal 1 ayat 25 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL yakni kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan.

Kedua, pasal 10 point (a) menyatakan penetapan wilayah pertambangan dilaksanakan secara transparan, partisipatif dan bertanggung jawab; point (b) menyatakan penetapan wilayah pertambangan dilaksanakan secara terpadu dengan memperhatikan pendapat dari instansi pemerintah terkait, masyarakat dan dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya serta berwawasan lingkungan. Ketiga, pasal 39 ayat (1) point (c) menyatakan bahwa Ijin Usaha Pertambangan Eksplorasi wajib memuat rencana tata ruang dan point (n) wajib memuat AMDAL.

Keempat, pasal 64 menyatakan pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di WIUP sebagaimana dimaksud dalam asal 16 serta memberikan IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 kepada masyarakat secara terbuka. Lima, pasal 97 menyatakan pemegang IUP dan IUPK wajib menjamin penerapan standar baku mutu lingkungan sesuai dengan karakterisktik suatu daerah.

Keenam, pasal 96 menyatakan, pemegang IUP dan IUPK wajib menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketujuh, pasal 135 menyatakan, pemegang IUP atau IUPK hanya dapat melaksanakan kegiatan setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah.

Beberapa pasal dari Undang-Undang tersebut dinilai telah diabaikan oleh pemerintah Manggarai Barat. Pelanggaran-pelanggaran tersebut secara rinci dapat disebutkan antara lain: Pertama, AMDAL sebagaimana ditetapkan dalam pasa 1 ayat 25 dan pasal 39 point (n) tidak dilakukan oleh pemerintah dan investor pertambangan. Kedua pasal ini secara jelas mengharuskan adanya AMDAL atau AMDAL seharusnya dilaksanakan serempak pada saat eksplorasi dan bukan sebelum kegiatan eksploitasi dilaksanakan.

Kedua, penetapan wilayah pertambangan yang menurut undang-undang harus dilakukan secara partisipatif, transparan sambil mendengar pendapat masyarakat sebagaimana ditegaskan dalam pasal 10 point 1 dan 2. Amanat peraturan ini tidak diindahkan oleh pemerintah Mabar. Fakta membuktikan, pemerintah Mabar bekerjasama dengan investor tambang memulai melakukan kegiatan eksplorasi secara diam-diam di kawasan wisata wisata Batu Gosok, Tebedo dan beberapa titik lokasi tambang lainnya. Kenyataan ini bertentangan pula dengan pernyataan Bupati Pranda dalam seminar tentang tambang pada tanggal 25 April 2009 lalu di mana secara tegas Bupati Pranda mengatakan bahwa pertambangan belum dimulai. Pernyataan Bupati Pranda tersebut dinilai sebagai sebuah pembohongan publik. Karena di fakta di lapangan berbeda dengan pengakuan Bupati Pranda.

Ketiga, Pemda Mabar tidak pernah mengumumkan rencana kegiatan pertambangan di wilayah ijin usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 serta memberikan IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 kepada masyarakat secara terbuka.

Keempat, wilayah Batu Gosok dan Tebedo adalah wilayah yang memiliki karakteristik khusus. Batu Gosok adalah kawasan wisata komersial sebagaimana diatur dalam Peraturan daerah (Perda) No. 30 tahun 2005 pasal 23 point a. Perusakan kawasan ini oleh aktivitas perusahaan tambang akan menghancurkan sendi-sendi industri pariwisata Manggarai Barat. Sementara itu, Tebedo juga adalah wilayah yang memiliki karakteristik yang khusus karena di wilayah itu ada terdapat sedikitnya 6 sumber mata air yang mengalir ke arah Wae Mese. Perusakan lingkungan di wilayah itu akan mengurangi debit air yang selanjutnya akan mematikan sendi perekonomian masyarakat petani di wilayah Dalong, Nggorang, Merombok, Nanganae dan sekitarnya. Wilayah itu juga merupakan pemasok air bersih untuk warga kota Labuan Bajo.Mengijinkan pertambangan di kedua wilayah tersebut merupakan pengangkangan terhadap UU RI No. 4 tahun 2009 pasal 97 dan 98.

Kelima, pemerintah Manggarai Barat melalui para investor melakukan aktivitas pertambangan tanpa mendapat persetujuan dari masyarakat pemegang hak atas tanah. Aktivitas pertambangan di Batu Gosok yang merupakan bagian dari wilayah Kedaluan Nggorang dilaksanakan tanpa persetujuan dari pemangku adat Nggorang. Hal ini telah diakui oleh para pemangku adat setempat.
Keenam, pemerintah Mabar dinilai telah melakukan pelangaran terhadap hak asasi manusia (HAM) yakni hak ekonomi, sosial dan budaya lantaran pemerintah mengambilalih secara sepihak tanah milik masyarakat tanpa musyawarah dan ganti rugi.

Sabtu, 01 Agustus 2009

Kepada Bapak Bupati Mabar


Bapak Fidelis Pranda yang terkasih,
saya tahu kalau bapak suka bermusuhan. Kata-kata sambutan yang bapak pakai tidak mencerminkan bahwa bapak seorang bupati yang memimpin. Bapak hanya bisa menjerumus rakyat ke arah kegelapan.

Bapak Fidelis harus tahu bahwa rakyat Mabar punyai nurani dan ketajaman pikir. Kalau mereka bilang "IYO ITE" saat bapak pidato, tak berarti mereka mengamini kata-kata pidadotomu. Mereka hanya menghargai bapak sebagai bupati. Tetapi mereka tak terima kata-kata bapak. Seorang Bupati seperti bapak bukan sumber kebijakan buat mereka.

Peristiwa tambang di Batu Gosok dan rencana pemindahan komodo ke Bali sudah cukup jelas bahwa bapak tak punyai komitment politik yang jelas. Sinyalir berita kompas 25 Juli 2009, hanya Bupati Ende yang dukung gerakan tolak pemindahan komodo ke Bali. Di mana pertimbangan kritis Bapak Fidelis?

Saya sebagai seorang warga Mabar ada rasa malu. Mengapa justru bupati dari daerah lain, yang jauh dari komodo, justru cintai komodo? Tetapi bapak yang berciuman dengan komodo kok lupa komodo. Mengapa bapak tak melihat komodo sebagai kekayaan Manggarai barat khususnya dan NTT umumnya? Memalukan sekali memiliki Bupati seperti bapak.

Saya serukan agar bapak mundur diri saja dari bupati. Saya tahu seruan ini menyakitkan. Demi kehormatan bapak, saya anjurkan agar bapak jangan nekat calon diri lagi jadi Bupati Mabar di tahun 2010.

Bila bapak Fidelis dapat kopie surat ini, sudah cukup jelas bahwa ada seorang yang tidak senang dengan bapak. SAYA BERNAMA PATER IGNASIUS MAROS SVD. Saya dari KECAMATAN LEMBOR-DESA LALONG - KAMPUNG LEMA.

Saya harap warga Lembor sependapat dengan saya. Tetapi yang namanya harapan, tetap harapan, karena mengatakan tidak terhadap kemimpinan bapak Fidelis muncul dari permenungan saya pribadi. Mungkin banyak warga Lembor senang dengan kepemimpinan Bapak, tetapi saya tidak.

Bila Bapak Fidelis dengan preman-preman cari saya, SILAHKAN! Saya akan berlibur. Para bejingan berjenis kelamin tahu menghadang musuh prianya. Saya TIDAK takut dengan kalian. YANG PENTING JAGO.

Pater Ignasius Maros SVD
Asal Lema-Lalong- Lembor

Reggea manggarai